Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menandatangani Konvensi Minamata —yang merupakan upaya penanggulangan dampak merkuri sebagai pencemar global dan untuk tidak mengulangi tragedi kemanusian akibat pencemaran merkuri sebagaimana terjadi di Teluk Minamata, Jepang akhir 1950-an.
"Tragedi Minamata membuka mata dunia mengenai bahaya merkuri untuk kesehatan dan lingkungan hidup. Belajar dari tragedi di Minamata, saatnya bangsa Indonesia menaruh perhatian serius terhadap penggunaan merkuri di Indonesia," ujar Menteri LH Balthasar Kambuaya.
Penandatanganan Konvensi Minamata ini dilakukan dalam suatu konferensi diplomatik untuk merkuri yang dipimpin oleh Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Nobuteru Ishihara. Delegasi Indonesia dipimpin langsung Menteri Lingkungan Hidup.
Penandatanganan dilakukan bersama delegasi dari 121 negara di Kumamoto, Jepang (10/10), setelah proses negosiasi perjanjian internasional untuk merkuri yang dimulai dengan persetujuan menteri-menteri lingkungan sedunia di Nairobi mengurangi dampak merkuri sebagai pencemar global pada 2009. Setelah Konvensi Minamata ditandatangani pun akan dilakukan "entry into force" pada 2017.
Merkuri saat ini masih digunakan oleh berbagai industri seperti lampu, alat ukur seperti termometer, pertambangan emas skala kecil, dan amalgam tambal gigi. Di Indonesia merkuri banyak digunakan para penambang emas kecil di Sumatra dan Kalimantan, sampai merusak kesehatan mereka. Merkuri yang diselundupkan dari luar negeri tersebut, digunakan untuk memisahkan emas dari bahan-bahan lainnya.
Balthasar menjelaskan Konvensi Minamata mengatur tentang perdagangan produk merkuri dan prosesnya, pertambangan emas skala kecil, pengelolaan limbah merkuri, pendanaan penanggulangan dampak pencemaran merkuri, serta transfer teknologi.
"Bagi para penambang emas skala kecil, konvensi tersebut melindungi kesehatan para penambang emas dengan mendorong kerja sama antarnegara untuk mencegah penyelundupan merkuri. Di lain pihak, konvensi tersebut juga mendorong kerja sama antarnegara untuk membantu mereka beralih ke bahan dan teknologi yang lebih aman."
Menurut Balthasar, belum terlihat dampaknya merkuri pada kesehatan manusia sekarang. Namun kita tidak boleh main-main dengan bahaya merkuri ini.
"Penyakit minamata akibat keracunan merkuri menyerang sistem saraf; tidak hanya menyebabkan penderitaan dan kematian korban, tetapi juga mewariskan dampak kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keadaan cacat," jelasnya.
Oleh karena itulah, Indonesia harus segera mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan merkuri pada kegiatan industri, termasuk yang digunakan pada pertambangan emas skala kecil.
"Apalagi, sejak beberapa tahun terakhir, pertambangan emas skala kecil yang menggunakan merkuri semakin marak di Indonesia, seperti di Solok (Sumatra Barat), Pongkor (Jawa Barat), Sekotong (NTB), Katingan (Kalimantan Tengah)," ungkapnya.
Merkuri (Hg) atau raksa merupakan logam yang berbentuk cair dalam suhu kamar, mudah menguap dan persisten. Emisi merkuri juga dapat dihasilkan dari kegiatan industri yang menggunakan bahan bakar batubara misalnya di industri pembangkit. Asia Timur dan Tenggara merupakan penyumbang 40 persen emisi merkuri ke udara.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR