Menurut pendiri Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia, Syahrial Yusuf, berawal dari kekecewaannya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, ia mendirikan LP3I.
Dengan menanamkan pendidikan karakter dan soft skill, target pencapaian lembaga pendidikan itu adalah mencetak 99 persen lulusan yang siap bekerja dan membuka lapangan kerja.
Sebagai seorang enterpreneur di bidang pendidikan, Syahrial mengaku memiliki tanggung jawab moral menciptakan tenaga kerja yang siap diserap oleh beragam industri atau mendidik calon-calon entrepreneur muda lainnya siap berbisnis.
Ia tak mau lembaga pendidikan hanya fokus di bidang pendidikan, tetapi harus menghasilkan lulusan terampil, siap kerja, dan menjadi seorang entrepreneur. Untuk itulah, ia sangat menekankan bukan hanya hard skill yang diberikan kepada mahasiswa, melainkan juga soft skill.
"Saya setuju sekali kalau pendidikan karakter itu masuk ke dalam kurikulum. Selama ini, pendidikan karakter belum masuk benar ke peserta didik," ujar Syahrial.
Syahrial mengatakan, pendidikan karakter sangat penting untuk membentuk kepribadian seorang mahasiswa. Selain itu, para pendidik, terutama dosen, sebagai pembawa materi juga harus mengerti apa yang ia sampaikan.
Saat ini LP3I telah melebarkan sayap dengan memiliki 48 lokasi kampus di seluruh Indonesia. Target pencapaian lembaga pendidikan itu dengan mencetak 99 persen lulusan yang langsung mendapatkan tempat untuk bekerja.
Syahrial mengatakan, untuk menghadapi persaingan global, institusi pendidikan Indonesia tidak sepenuhnya siap. Sebagai Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, ia berani menyatakan bahwa di hampir semua lini di sektor pendidikan Indonesia serba kekurangan, mulai dari dosen, kurikulum, dan sistem.
"Pendidikan kita itu tidak pernah diperhatikan pemerintah. Fakultas Ekonomi di Australia sudah ada 12 jurusan, di Universitas Gadjah Mada cuma tiga jurusan. Jadi, jauh sekali kalau mau dibandingkan," ujarnya.
"Sekarang hasilnya sarjana dan profesor malah jadi koruptor. Sudah jelas profesor itu ilmunya tinggi sekali. Tapi, kalau mau jadi kaya, ya harus jadi pengusaha, bukan menjadi pejabat dan terus korupsi. Sekarang kita cuma jadi pembantu di negara lain, tak jadi tuan rumah lagi," tambahnya.
Syahrial berharap, ke depan pendidikan karakter benar-benar diperkuat sejak SD. Hal itu harus didukung kuat dengan menomorsatukan pendidikan agama.
"Tidak hanya Islam, tapi semua agama. Saat saya berkunjung ke Jepang, ada dompet jatuh di kereta, masih utuh dompetnya sampai keesokan harinya karena di Jepang ditumbuhkan sebuah budaya yang baik dan diajarkan keimanan yang baik pula. Apabila mengambil yang bukan milik kita, berdosa. Walaupun saya tidak sangat kaya, buat apa masuk neraka karena makan uang rakyat. Hidup itu bukan hanya di dunia!" ucapnya tegas.
Berantas pengangguran
Tak cukup mengembangkan LP3I, di ultah perak LP3I tahun ini Syahrial membangun Syahrial Center demi mendukung kemauan kerasnya, yaitu menanamkan pendidikan karakter dan soft skill pada masyarakat. Tujuannya cuma satu, memberantas pengangguran.
Sebagai program corporate social responsibility (CSR) dari lembaga pendidikan yang didirikannya itu, salah satu kegiatan Syahrial Center adalah memberi Pelatihan Spiritual Entrepreneurship Quotient (SEQ) gratis bagi warga, yang baru-baru ini dilaksanakan di Depok.
Ia bersikeras, pelatihan SEQ ini mampu menggugah dan membangun karakter masyarakat yang hingga kini banyak tergerus dalam praktik-praktik kemunduran moral.
"Seperti berbohong yang sudah menjadi kebiasaan, monopoli usaha, hingga praktik korupsi yang semakin banyak terkuak. Semangat untuk mengubah diri itulah yang perlu kita kuatkan dulu di masyarakat," ujarnya.
Seperti kepada para mahasiswanya, Syahrial juga menegaskan kepada warga bahwa untuk menjadi seorang pengusaha haruslah memiliki mental pemimpin, pandai memotivasi, berpikir positif, mampu membangun etos kerja dan keberanian serta keyakinan diri untuk selalu positif memandang masalah dan mampu memecahkan masalah.
"Kesuksesan bukan sebuah keberuntungan, tapi dibangun melalui visi dan misi," ucapnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR