Kini banyak traveler memilih sadel sepeda, buat menjelajah satu destinasi baru. Cara yang efektif untuk berorientasi, terlebih ketika Anda mengunjungi tempat itu untuk pertama kalinya.
Faktanya, dunia sudah berada di dalam pusaran revolusi 'jalan-sepeda'. Di sebagian dunia, sepeda menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Dan bukan hanya di Eropa. Taiwan telah memunyai jalur sepeda sepanjang 3.000 mil dalam dekade terakhir. Bogota telah menjadi "King of Cycling" bagi Amerika Latin. Bahkan di tengah-tengah Gurun Namibia, ada jalur sepeda.
Jika ditilik balik, sepuluh atau lima belas tahun yang lalu, setiap saya sampai di suatu daerah—entah di negeri anggur Ontario atau sehari mengeksplorasi Denver— yang pertama saya langsung mencari subway, plaza sentral, atau toko tempat mencetak kaus buatan sendiri.
Sekarang, pertanyaannya berganti menjadi: Di mana rental sepeda terdekat?
Berbeda dengan ada orang-orang yang hobi bersepeda, saya sendiri bersepeda tidak demi kesenangan naik sepeda. Tapi karena saya rasa ini cara terbaik melihat suatu tempat. Cara yang patut dipertimbangkan bagi mereka yang masih enggan untuk meninggalkan bus tur.
Bersepeda lebih ringkas serta menyenangkan daripada berpindah-pindah naik transportasi umum, lebih cepat daripada berjalan kaki (atau kereta kuda, seperti yang saya pernah alami di Bagan), dan lebih murah daripada naik taksi atau menyewa mobil. Tak perlu disebutkan lagi, keuntungannya bagi lingkungan.
Boleh dikatakan, sepeda menggandakan kebaikan dari sebuah perjalanan. Sebab naik sepeda artinya Anda kerap menyusur jalan yang sama yang sering digunakan penduduk setempat, Anda sekaligus mendapatkan latihan, dan seolah-olah rasanya Anda bisa pergi begitu cepat dengan kekuatan Anda sendiri.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR