Hall sendiri menganggap bahwa terdapat mikro kontinen yang menabrak Sumatra pada zaman Kapur itu, yang ditandai dengan naiknya busur Woyla ke atas Sumatra. Mikro kontinen terus bergerak ke timur sehingga menghentikan sistem penunjaman yang ada dan akibatnya hampir tak ada aktivitas vulkanik pada saat itu.
Namun, menurut Iskandar, apa yang diungkapkan oleh Pulunggono, Cameroon, Barber, dan Hall sama sekali tidak menyebut adanya bagian Sumatra yang merupakan busur kepulauan.
"Mereka bicara pada Zaman Kapur (sekitar 100 juta tahun yang lalu) karena Woyla Group itu memang usianya sangat tua, sedangkan data saya berasal dari batuan volkanik berusia Miosen (kurang dari 25 juta tahun yang lalu)."
Rovicky Dwi Putrohari dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengungkapkan, gagasan bahwa Sumatra terdiri atas busur kepulauan pernah berkembang sebelumnya. Namun, penelitian Iskandar adalah salah satu yang paling awal memberi bukti ilmiah.
"Penelitian ini memberi bukti geokimia bahwa memang bagian barat Sumatra adalah busur kepulauan," katanya.
Menurut Rovicky, ada tiga versi sejarah geologi pembentukan Sumatra yang berkembang saat ini. Versi pertama mengungkapkan bahwa pulau Sumatra sepenuhnya bagian dari tepi lempeng benua Eurasia. Versi kedua, seperti yang diyakini Pulunggono, Cameroon, dan Hall, Sumatra terbagi atas lempeng benua Eurasia di bagian timur dan mikro-kontinen di bagian barat.
Sementara, dengan tambahan gagasan Iskandar, ada versi ketiga, dimana Sumatra terdiri dari tepi lempeng benua di bagian timur dan busur kepulauan di bagian barat.
Mana yang benar?
Rovicky mengungkapkan, banyak geolog saat ini memandang bahwa Sumatra merupakan lempeng benua Eurasia hanya untuk mempermudah saja.
Pada dasarnya, geolog setuju bahwa Sumatra tidak sepenuhnya merupakan bagian dari Eurasia. Namun, komponen lain Sumatra dan pembentukannya masih menjadi perdebatan.
Apa pentingnya sejarah Sumatra?
Iskandar mengungkapkan, pengetahuan tentang asal-usul Sumatra penting baik bagi kebencanaan maupun dalam bidang mineralogi.
Menurut Iskandar, bila Sumatra memang terdiri atas busur kepulauan dan lempeng benua Eurasia, gagasan itu juga harus diadaptasi dalam kebencanaan.
"Kalau berasal dari busur kepulauan yang merupakan samudera dan lempeng benua atau kontinen, maka pergerakan lempeng lebih fleksibel sehingga potensi gempa lebih besar," katanya.
Rovicky menuturkan, potensi gempa juga akan lebih besar bila bagian barat Sumatra tersusun atas mikro-kontinen.
"Akan lebih rapuh," paparnya.
Dalam bidang mineralogi, Iskandar mengatakan, gagasan baru pembentukan Sumatra ini juga akan memengaruhi pengetahuan tentang penyebaran logam di Sumatra. "Wilayah timur Sumatra mungkin juga menyimpan logam berharga," kata Iskandar.
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR