Hamparan kebun durian yang berbatasan dengan hutan Perhutani menjadi pemandangan di sepanjang jalan memasuki Desa Lolong, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Jalanan yang berkelok-kelok dan menanjak, serta kemunculan beberapa kera yang tiba-tiba melompat di pinggir jalan, memberi keunikan tersendiri pada setiap perjalanan menuju kawasan tersebut.
Desa Lolong berada di tenggara Kecamatan Kajen, ibu kota Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Desa ini berjarak sekitar 9 kilometer dari Kecamatan Kajen atau sekitar 34 kilometer dari jalur pantura Kota Pekalongan. Desa Lolong bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam dari Kota Pekalongan dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Selama bertahun-tahun, keindahan alam Desa Lolong menjadi aset bagi masyarakat di wilayah itu. Keberadaan Sungai Sengkarang dengan lebar sekitar 60 meter yang mengalir di tengah desa, menambah kekayaan alam di Desa Lolong.
Awalnya, belum banyak yang menyadari bahwa keindahan alam tersebut merupakan kekayaan. Namun sejak sekitar setahun terakhir, para pemuda Desa Lolong dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan, memanfaatkan kekayaan dan keindahan alam Desa Lolong sebagai sebuah desa wisata. Para pemuda menyajikan wisata petualangan alam yang dikemas dalam Lolong Adventure.
Sekretaris Lolong Adventure, Khoerul Basar, pertengahan Oktober lalu menuturkan, awalnya masyarakat mengelola alam di Desa Lolong secara biasa. Mereka hidup dan menyatu dengan keasrian desa itu, dari hari ke hari. Sungai Sengkarang juga sering menjadi tempat bermain dan berenang bagi masyarakat setempat.
Pada sekitar tahun 2010, masyarakat mendapatkan bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata. Masyarakat, termasuk para pemuda kemudian sepakat memanfaatkan bantuan tersebut untuk membeli perahu arung jeram serta kelengkapan alat-alat arung jeram.
Mereka pun belajar mengembangkan wisata arung jeram. Sebanyak 25 pemuda Desa Lolong terus belajar menyelenggarakan wisata petualangan alam tersebut, hingga sejak setahun lalu mereka mulai mengembangkannya secara profesional.
Hingga kini, terdapat enam perahu, bantuan PNPM Pariwisata. Selain alat-alat wisata petualangan air, mereka juga mendapatkan bantuan alat-alat outbound. Mereka juga mendapatkan bantuan bangunan posko dari pemda setempat.
Untuk meningkatkan profesionalitas dalam mengelola wisata arung jeram, para pemuda Desa Lolong juga mengikuti pelatihan River Guide Arung Jeram, hingga mendapatkan sertifikat. ”Sekarang ada 26 tenaga ahli arung jeram di desa ini,” kata Khoerul.
Kini, warga pun menjadikan rumah mereka sebagai home stay, dengan harga sewa sekitar Rp 250.000 per malam. Lolong juga menjadi salah satu daerah tujuan untuk lokasi perkemahan dan pelatihan alam, yang diselenggarakan sejumlah lembaga dan perusahaan.
Keberadaan wisata petualangan di Desa Lolong menambah pendapatan masyarakat. Menurut Koordinator Darat Lolong Adventure, Maman Firmansyah, dalam kondisi ramai, jumlah pengunjung bisa mencapai 50 orang per hari. Sementara dalam kondisi sepi, jumlah pengunjung sekitar 200 orang hingga 300 orang per bulan. Kondisi ramai biasanya berlangsung pada musim hujan, saat debit air sungai meningkat.
Profesi warga Desa Lolong yang sebagian besar menjadi petani durian, juga sangat mendukung pengembangan wisata alam di desa itu. Saat musim panen durian, sekitar Desember hingga Maret, sepanjang jalan menuju desa tersebut penuh dengan pedagang durian.
Selain memberikan nilai tambah bagi penghasilan warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani durian, pengembangan desa wisata menjadi sebuah upaya kampanye dan sosialisasi mengenai pentingnya pelestarian hutan.
Upaya warga menanami kebun mereka dengan pohon durian merupakan salah satu upaya pelestarian hutan. Durian menjadi tanaman penguat tanah, pada kondisi lahan di Desa Lolong yang bertekstur pegunungan. Warga juga menanami lahan dengan tanaman petai dan pucung atau kluwak.
Ajak masyarakat
Warga juga berupaya menyosialisasikan kelestarian alam, dengan mengajak masyarakat yang datang ke lokasi wisata tersebut, untuk ikut menjaga kebersihan. Menurut pendamping masyarakat Desa Lolong dari Komuniti Forestri (KF), yaitu komunitas masyarakat peduli hutan, Thomas Hari Adi, masyarakat memiliki bak sampah induk di tiap RT. Mereka juga mengelola sampah organik, seperti sampah durian menjadi kompos.
Pada sepanjang pinggir Sungai Sengkarang juga banyak ditanami bambu oleh masyarakat. Selain memberikan kesan asri, bambu tersebut berfungsi sebagai penahan erosi sehingga sungai tersebut terhindar dari longsor.
Para pemuda Desa Lolong juga menyadari adanya risiko yang sewaktu-waktu bisa muncul dari kegiatan yang mereka selenggarakan. Untuk mengantisipasi risiko, seperti air bah di Sungai Sengkarang, para pemuda Desa Lolong pun terbiasa membaca alam.
Mereka selalu mengamati pergerakan hujan di wilayah Lolong dan wilayah di atasnya. Apabila di Desa Lolong hujan, sedangkan wilayah di atasnya tidak hujan, petualangan air bisa dilanjutkan. Namun apabila wilayah Desa Lolong tidak hujan, sedangkan wilayah di atasnya hujan, petualangan air akan dihentikan.
Faktor risiko itu juga menjadi tantangan bagi pemuda dan warga Desa Lolong untuk mengampanyekan pelestarian hutan. Kelestarian hutan dan alam di wilayah Lolong, serta daerah-daerah di atasnya sama artinya dengan kelestarian usaha dan penghidupan warga dari wisata alam di desa tersebut. Thomas Hari Adi mengatakan, melalui penyelenggaraan wisata alam, para pemuda Desa Lolong telah terbiasa mengampanyekan pentingnya pelestarian alam. Mereka telah menyadari pentingnya kelestarian alam untuk kelangsungan hidup dan penghidupan masyarakat.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR