Dari sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Conservation Biology, sebuah jamur mematikan ternyata merupakan faktor utama di balik penurunan drastis populasi kodok di pegunungan Andes, bukan perubahan iklim seperti yang selama ini dijadikan kambing hitam.
Kodok yang hidup di dataran tinggi memang mampu bertoleransi dengan peningkatan suhu, namun kondisi habitat mereka juga ternyata optimal bagi Batrachochytrium dendrobatidis atau Bd, sebuah patogen berbahaya yang baru ditemukan belakangan ini.
Adapun chytridiomycosis, penyakit yang disebabkan oleh Bd, telah menyebabkan penurunan drastis atau bahkan kepunahan sekitar 200 spesies kodok di seluruh dunia.
Hasil studi ini memiliki implikasi baik bagi peneliti yang ingin memahami alasan penurunan populasi kodok di seluruh dunia ataupun juga bagi para konservasionis yang mencari cara untuk menyelamatkan hewan tersebut.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa kita tidak bisa secara otomatis menuduh pada perubahan iklim," kata Vance Vradenburg, peneliti dari San Francisco State University yang terlibat dalam studi. "Kita perlu memahami benar apa yang menyebabkan wabah tersebut," ucapnya.
Meski demikian, perubahan iklim bukannya tidak membawa dampak. Bd memang tidak terlalu mengancam spesies kodok yang hidup di dataran rendah. Namun kodok-kodok tersebut justru lebih rentan terhadap perubahan iklim dan berada dalam risiko besar jika tidak mampu beradaptasi atau berpindah ke kawasan lebih tinggi.
"Menyedihkan," kata Vredenburg. "Kodok di puncak gunung dalam masalah karena mereka diserang patogen. Sementara yang di bawah, tidak terganggu oleh jamur tersebut, tetapi justru menjadi korban perubahan iklim," ucapnya.
Menurut Vradenburg, Bd sendiri kemungkinan hadir akibat aktivitas manusia di pegunungan Andes. Hasil studi ini bisa menjadi basis bagi para peneliti dan konservasionis untuk fokus memahami dan mencegah wabah penyakit tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR