Prevalensi kasus kanker serviks atau kanker leher rahim di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari Globocan 2008, ditemukan 20 kasus kematian per hari akibat kanker serviks.
Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia dipicu oleh beberapa hal seperti, faktor geografis Indonesia yang terdiri dari 13.000 pulau, tidak ada program screening, kurangnya fasilitas sitologi dan terapi, kurangnya kepatuhan pasien untuk melakukan pemeriksaan rutin, sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut maka akan masih banyak kendala bila hanya program deteksi menggunakan pap smear.
Hal tersebut dijelaskan Konsultan Kanker Kandungan dan Staf Pengajar di Divisi Onkologi Ginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI, Dr. Fitriyadi Kusuma pada acara SOHO #BetterU menyambut Hari Ibu, bertajuk “Pencegahan Primer dalam Mengatasi Kanker Serviks” di Jakarta (19/12). SOHO #BetterU adalah program serial edukasi kesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan farmasi SOHO.
Dalam paparannya ia mengatakan, bila wanita Indonesia memahami mengenai kanker serviks dan melakukan screeening rutin, prevalensinya mampu ditekan hingga 70 - 80 persen.
Kanker serviks adalah kanker yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) yang menyerang leher rahim dan membutuhkan proses yang panjang antara 3 - 20 tahun untuk menjadi sebuah kanker, terjadinya diawali dengan infeksi.
HPV dikatakan lebih mudah masuk dan menginfeksi jaringan kelamin yang akan berkembang menjadi kanker di kemudian hari. Selain itu, karakter HPV sendiri lebih mudah berkembang di jaringan yang masih muda.
"HPV lebih menyukai jaringan yang licin dan halus yang umumnya dimiliki oleh organ reproduksi yang masih muda. Itulah kenapa remaja yang berhubungan seks lebih rentan terinfeksi HPV," ujarnya.
Hampir 80 persen kasus yang ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Kanker serviks merupakan penyakit yang berjalan lambat (silent disease) sehingga pada stadium pra-kanker dan kanker stadium awal tidak menimbulkan gejala atau keluhan sama sekali.
Pertanda awal kanker serviks ditemukan adanya perdarahan pasca berhubungan intim tanpa disertai rasa sakit, keputihan berulang, berbau dan tidak dapat sembuh dengan pengobatan biasa. Pada stadium lanjut, akan mengalami rasa sakit pada bagian paha atau salah satu paha mengalami pembengkakan, nafsu makan menjadi berkurang, berat badan tidak stabil, susah buang air kecil, dan mengalami pendarahan spontan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR