Bermula dari kegelisahan anak bangsa Korea Selatan, yang merasa bersalah, ketika lingkungannya rusak tercemar limbah industri pada tahun 1970-an karena mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Bedanya, anak bangsa Indonesia belum secara total menebus ‘dosa-dosa’ kerusakan lingkungan yang mereka buat seperti bangsa Korea.
”Bumi tempat kita tinggal adalah warisan yang amat berharga. Generasi mendatang juga akan menempati Bumi ini. Kami mendorong masa depan yang hijau dan ramah lingkungan sehingga generasi mendatang bisa menikmati lingkungan yang asri nan sehat,” kata Yoon Seung-joon, Presiden Korea Environmental and Technology Institute, pada 29 Oktober lalu, di arena Expo Lingkungan, COEX, Seoul.
Korea Selatan menjadikan persoalan lingkungan hidup sebagai tantangan sekaligus peluang bisnis. Bahkan, bisnis industri lingkungan Korea Selatan telah merambah ke berbagai belahan dunia. Ratusan orang asing sudah berkunjung dan menyaksikan langsung proyek percontohan penanganan lingkungan hidup yang dibuat Korea Selatan.
Shim Choong-goo, pejabat Kementerian Lingkungan Hidup Korea, mengatakan, Korea telah melakukan berbagai terobosan penting di bidang teknologi untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. Kini Korea Selatan bahkan dimintai bantuan merancang masterplan (tata ruang induk) yang ramah lingkungan di 12 negara dan melakukan studi kelayakan untuk proyek lingkungan internasional di 112 negara.
Tingginya tingkat pencemaran lingkungan karena ”Negeri Ginseng” tersebut tengah gencar-gencarnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada saat itu terjadi ketidakseimbangan sehingga menghasilkan tingkat polusi yang tinggi. Kebijakan sekarang antara mencari harmoni pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan,” kata Shim Choong-goo.
Lingkungan tercemar yang dimaksud Shim Choong-goo adalah sungai-sungai dan aliran-alirannya, ekosistem, kualitas udara, air minum, perkotaan yang kotor karena sampah, dan lain-lain. Sektor-sektor inilah yang sekarang mendapat perhatian Korea Selatan.
Sebelumnya, saat negeri ini dibangun di era tahun 1960-an yang kemudian berlanjut hingga tahun 1970-an, industri tumbuh cukup pesat. Saat itu perkembangan industri berat dan kimia tidak terkendali sehingga pencemaran lingkungan tidak terhindar.
Sekarang, dampak buruk dari sampah dan limbah industri dapat diatasi. Rekayasa teknologi industri pengolah sampah, limbah, dan air lindinya telah diterapkan untuk teknologi tepat guna dan telah dipasarkan ke mancanegara.
Alat-alat teknologi lingkungan buatan Korea telah mampu menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan daur ulang sampah dan pemurnian air sungai dan rawa-rawa serta udara. Dengan demikian, lingkungan benar-benar kembali sehat.
Ilalang di rawa-rawa menjadi tumbuh subur, capung-capung beterbangan di atasnya, binatang melata seperti ular bisa kembali hidup di lingkungan yang sudah dinormalkan kembali. Begitu pula burung-burung mulai bisa hidup di rawa-rawa dan berkembang biak. Restorasi lingkungan hidup dengan hasil binatang-binatang yang lincah dan liar yang menjadi penghuninya dipertontonkan kepada dunia.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR