Nationalgeographic.co.id- Lukisan cat minyak karya Andries Beeckman di atas menggambarkan Kastil Batavia dilihat dari Kali Besar Barat. Di latar depan tampak kesibukan pasar ikan sekitar 1656. Tampaknya, seperti inilah pemandangan Batavia tatkala François Tack menghuni kota ini.
Tack dan perwira VOC lainnya tewas terbunuh secara tragis oleh laskar Untung Surapati di alun-alun Kartasura pada jelang tengah hari, 8 Februari 1686. Kemudian jasadnya diduga dimakamkan di Fort Japara, sebelum akhirnya dipindah ke Batavia.
“Untuk membawa jenazah François Tack ke Batavia tentu terlalu jauh,” ungkap Lilie Suratminto, pengajar bahasa dan budaya Belanda di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. “VOC kemudian memutuskan untuk memakamkannya sementara di loji [benteng] kompeni di Jepara.”
Di Batavia, jasad Tack dikebumikan dalam satu ruangan kubur bersama dengan keluarga mertuanya—Pieter Janse van Hoorn, istri, dan dua anak mereka. Nama Tack tertoreh di permukaan nisan itu. Mereka dimakamkan di dalam Kruiskerk atau ‘Gereja Salib’. Gereja itu awalnya berdiri pada 1632, merupakan gereja pertama yang didirikan di luar Kastil Batavia. Kemudian gereja dibangun dan diperbesar lagi pada 1732 hingga 1736. Sejak saat itu namanya berganti menjadi Nieuwe Hollandsche Kerk atau ‘Gereja Belanda Baru’. Lokasi gereja itu di tepi timur Sungai Ciliwung, lahannya kini menjadi Museum Wayang.
Seperti gereja dalam tradisi Eropa, di lantai gereja tersebut dimakamkan tokoh-tokoh penting dan berjasa bagi Kota Batavia: para gubernur jenderal, dan sederet pejabat VOC lainnya. Sementara warga umum dimakamkan di halamannya. Nisan-nisan mereka umumnya berasal dari batu gunung yang dipesan di Coromandel, pantai selatan India.
Sampai kini belum ditemukan arsip VOC soal kapan pemakaman kembali jasad Tack dari Jepara ke Batavia. Namun, Lilie menduga bahwa pemindahan makam itu terjadi pada masa Gubernur Jenderal Joan van Hoorn, saudara ipar Tack.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR