Situs web bursa Bitcoin terbesar di dunia, Mt. Gox, sempat menutup layanan dan mengajukan perlindungan kebangkrutan pada akhir Februari 2014.
Sekarang, bursa Bitcoin asal Tokyo, Jepang, itu membuka kembali layanan di situs web untuk memungkinkan pengguna melakukan log-in.
Sejak Selasa (18/3), Mt. Gox mempersilakan pengguna untuk melakukan verifikasi dompet digital dan cek saldo. Data yang terpampang merupakan data terakhir pengguna yang tersedia di server sebelum Mt. Gox menutup layanan.
Dalam situs itu terdapat pemberitahuan, "Perlu diketahui bahwa mengonfirmasi saldo di situs ini tidak terkait klaim rehabilitasi di bawah prosedur rehabilitasi sipil dan perlu diperhatikan juga bahwa jumlah saldo yang terpampang di situs ini juga bukan jumlah klaim rehabilitasi pengguna."
Informasi yang tercantum dalam situs Mt. Gox tersedia dalam bahasa Jepang dan Inggris. Selanjutnya, Mt. Gox akan memberi tahu metode untuk klaim pengajuan jika mereka sudah berada dalam situasi yang memungkinkan.
Sejak 7 Februari 2014, Mt. Gox menangguhkan transaksi nasabah karena bursa itu mendeteksi ada aktivitas yang tidak biasa pada sistem mereka.
Kemudian pada 25 Februari 2014, Mt. Gox menutup situs web dan mengosongkan kicauan di akun Twitter. Tiga hari kemudian, Mt. Gox mengajukan perlindungan kebangkrutan ke Pemerintah Jepang.
Perusahaan mengaku kehilangan total 850.000 bitcoin (nilainya hampir US$ 500 juta). Dari jumlah tersebut, sebanyak 750.000 bitcoin adalah milik nasabah dan 100.000 bitcoin lainnya adalah aset perusahaan.
CEO Mt. Gox Mark Karpeles mengungkapkan bahwa kebangkrutan itu disebabkan karena lemahnya sistem keamanan sehingga ada peretas yang masuk dalam sistem dan mencuri bitcoin.
Mt. Gox memiliki kewajiban utang sebesar US$63,9 juta, jauh melebihi total aset saat ini yaitu US$37,7 juta. Dalam dokumen kebangkrutan Mt. Gox tercatat, ada 127.000 kreditor dan sebanyak 1.000 kreditor di antaranya berasal dari Jepang.
Pemerintah Jepang dan Amerika Serikat sedang menyelidiki kebangkrutan Mt. Gox, apakah hal tersebut terkait dengan kejahatan ekonomi ataukah kejahatan siber.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR