Keluarga para penumpang Malaysia Airlines MH370 menuduh Pemerintah Malaysia telah menjadi "algojo" bagi orang-orang terkasih mereka.
Dalam sebuah pernyataan dari Komite Keluarga Cina, pihak keluarga mengatakan bahwa Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, merilis sebuah pernyataan tentang nasib pesawat yang hilang tanpa ada bukti langsung.
"Sejak 8 Maret saat mereka mengumumkan bahwa MH370 kehilangan kontak hingga hari ini, 18 hari berlalu dan selama itu pemerintah dan militer Malaysia terus-menerus mencoba untuk menunda, menipu keluarga penumpang dan seluruh dunia," kata pernyataan itu.
"Perilaku memalukan ini tidak hanya mengelabui dan menyakiti keluarga dari 154 penumpang (asal Cina) tetapi juga menyesatkan dan menunda tindakan penyelamatan, membuang sejumlah besar sumber daya manusia dan material dan kehilangan waktu berharga bagi upaya penyelamatan. Jika 154 penumpang itu memang tewas maka Malaysia Airlines, pemerintah dan militer Malaysia adalah algojo sesungguhnya yang membunuh mereka. Kami keluarga dari orang-orang yang ada di pesawat itu menyampaikan protes keras terhadap mereka. Kami akan melakukan segala cara untuk mengejar kejahatan tak termaafkan dan tanggung jawab dari ketiga pihak itu."
Cina memberikan reaksi tidak yakin dan skeptis terhadap pengumuman Malaysia itu. Pemerintah Cina menuntut rincian lebih lanjut tentang bagaimana para penyilidik mencapai kesimpulan bahwa penerbangan MH370 telah "berakhir di Samudra Hindia Selatan".
"Cina telah meminta Malaysia untuk memberikan semua informasi dan bukti-bukti yang mengarah pada kesimpulan bahwa Malaysia Airlines MH370 telah berakhir di Samudera Hindia," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei. Kementerian itu mengatakan, Wakil Menteri Luar Negeri Xie Hangsheng telah bertemu dengan duta besar Malaysia di Beijing dan menuntut Malaysia menyerahkan semua analisis data satelit yang relevan.
Saat konferensi pers Razak disiarkan secara langsung di televisi Cina semalam, penerjemah di CCTV News yang merupakan televisi milik negara, tampak penuh emosi. Suaranya pada satu kesempatan bahkan tersedak saat menyampaikan berita duka itu.
Di Hotel Lido, Beijing, kesedihan dan kedukaan menyelimuti keluarga para penumpang. Mereka telah menunggu di sini selama 17 hari untuk kata definitif terkait nasib 239 penumpang dan awak kabin MH370 yang seharusnya menuju Beijing itu.
Pada Senin larut malam, ketakutan terburuk mereka terkonfirmasi. Najib mengatakan kesimpulan pemerintah Malaysia didasarkan pada analisis terbaru dari data satelit.
Lebih dari 50 keluarga berkumpul untuk menyaksikan pengumuman pihak Malaysia itu di ruang konferensi hotel tersebut, sebuah pengumuan yang terlalu berat untuk ditanggung. Seorang perempuan tua keluar dari ruang itu. Ia meratapi putra, menantu dan cucunya yang berada di pesawat itu. "Seluruh keluarga saya hilang," teriaknya.
"Putraku, putraku, putraku," teriak perempuan lain.
Setidaknya dua orang dibawa keluar dengan tandu dan dibawa ke rumah sakit. Seorang perempuan dengan atasan oranye menangis dan gemetar. Seorang pria, yang memakai selimut, tampak pingsang. Seorang pria dengan kepala dicukur gundul dan mengenakan atasan bergaris biru dan putih menjatuhkan dirinya ke eskalator. Ia harus ditolong oleh sejumlah wartawan dan polisi.
Sebelum Razak menyampaikan pengumuman itu, Malaysia Airlines telah mengirim pesan teks kepada keluarga penumpang, yang menyatakan perusahaan itu "sangat menyesal bahwa kami harus mengasumsikan melampaui segala keraguan bahwa MH370 telah hilang dan bahwa tidak satu pun dari mereka yang ada di pesawat itu yang selamat". Pesan itu dikirim dalam bahasa Inggris dan telah memicu kebingungan di kalangan keluarga penumpang Cina.
Maskapai itu kemudian membela pengiriman pesan teks tersebut dengan mengatakan bahwa segala upaya telah dilakukan untuk menghubungi semua keluarga guna memberitahu mereka secara pribadi. Keluarga penumpang yang lainnya marah karena mendadak dan singkatnya pernyataan Najib itu.
"Saya sudah menunggu setengah bulan, dan mereka hanya memberi kami satu kalimat?" kata seorang perempuan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR