Fosil ekor Yuanchuavis kompsosoura menunjukkan bahwa ia hidup di hutan lebat selama periode Kapur Awal, 145 juta hingga 100,5 juta tahun lalu. O’Connor menerangkan bahwa burung yang hidup di lingkungkan yang lebih keras harus bisa terbang dengan sangat baik.
“Seperti burung laut, di lingkungan mereka yang terbuka, cenderung memiliki ekor pendek. Burung dengan ekor rumit yang kurang terspesialisasi untuk terbang cenderung berada di lingkungan yang rapat dan kaya akan sumber daya seperti hutan," ungkap Dr. Jingmai O’Connor.
Lingkungan hutan yang lebat saat ini merupakan rumah bagi sejumlah burung yang memiliki banyak ornamen seperti burung cendrawasih.
Adapun seleksi seksual – konsep yang diperkenalkan oleh Charles Darwin pada tahun 1859 – menyebabkan keragaman warna pada bulu ekor banyak diantaranya merugikan secara aerodinamis. Adapun alasan yang mungkin untuk kepunahan Enantiornithnes bersama dengan dinosaurus sekitar 66 juta tahun yang lalu karena sebagian besar mereka merupakan penghuni hutan.
Banyak ahli yang percaya, kalau serangan meteor yang mengakhiri kehidupan dinosaurus memicu badai api global yang menghancurkan sebagian besar hutan dunia. Penemuan fosil Yuanchuavis kompsosoura dapat membantu menjawab pertanyaan tentang burung yang selamat dari peristiwa kepunahan besar.
“Memahami mengapa burung yang hidup adalah kelompok vertebrata paling sukses di darat saat ini adalah pertanyaan evolusi yang sangat penting,” kata Dr. Jingmai O’Connor.
“Apa pun yang memungkinkan mereka menjadi begitu sukses, mungkin juga memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dari meteor raksasa yang menghantam planet ini ketika semua burung dan dinosaurus lainnya punah,” pungkasnya.
Source | : | Daily Mail,Sci News |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR