Banyak negara yang sudah memperjuangkan kesetaraan wanita dengan pria, begitu juga dengan Uganda, Afrika Timur. Di zaman modern seperti sekarang, terlebih dengan kemajuan teknologinya yang pesat, industri kreatif dan berbagai macam inovasi memukau yang muncul sebagai pemecahan masalah. Akan tetapi, ada satu yang masih tertinggal dari negara ini, yakni kesejahteraan penduduk perempuannya.
Christine Ampaire, salah seorang perempuan yang vokal terhadap perlakuan yang didapat kaumnya, mengatakan, ia sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari lingkungan sosialnya, bahkan hal tersebut juga datang dari orang tua dan gurunya yang beranggapan bahwa ilmu matematika dan sains terlalu sulit untuk para gadis.
“Saya tidak bilang, mereka mengatakan perempuan itu bodoh. Saya hanya beranggapan bahwa menurut mereka sesuatu yang sulit diperuntukan untuk pria. Karena pria lebih kuat dibandingkan perempuan. Secara umum mereka berpendapat perempuan lemah secara fisik dan bahkan juga mental untuk mengerjakan sesuatu yang sulit,” perempuan yang berusia 23 tahun itu menjelaskan.
Semenjak itu, Christine Ampire menjadi salah satu pendiri Girl Geek Kampala, sebuah kelompok yang mempunyai misi untuk mengajarkan para perempuan dalam hal pemograman, manajemen konten, dan juga kemampuan untuk membuat aplikasi dan web yang menguntungkan. Kelompok ini juga mendatangkan perempuan yang berkompetensi dalam bidang teknologi sebagai pembicara di setiap kelasnya.
Sayangnya, kelemahan wanita Uganda secara umum terletak pada kepercayaan diri. “Di kelas kami, banyak wanita yang memilih diam dan duduk di kursi belakang, saat kelas dimulai. Saya berpikir, jika pemerintah kami tidak memiliki persepsi negatif, sehingga kami dengan aman, bisa mengatakan, ‘saya ingin memulai segalanya dari awal” dan itu sangat bagus,” kata wanita yang berprofesi sebagai teknisi software.
Sejak berdiri pada dua tahun lalu, Girls Geek sudah melatih lebih dari 150 wanita. Pelatihan yang mendapatkan donasi dari perusahaan IT dan sebuah perusahaan besar lainnya ini diberikan secara cuma-cuma untuk kaum wanita.
Program serupa akhirnya muncul di Kenya dan Afrika Selatan. Semakin banyak pelatihan dan program ini maka semakin mengurangi gap antara perempuan dan laki-laki di Benua Afrika. Menurut Christine, wanita Afrika menyimpan banyak potensi yang sudah lama terkubur.
“Semua orang di Afrika haus mendapatkan segalanya dan mempelajarinya. Mereka hanya butuh kesempatan, terutama para wanita. Mereka bisa menjadi apapun di luar sana, selagi mereka diberikan kesempatan,” tutupnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Santi Hartono |
KOMENTAR