Penyelundupan anggrek, menurut Destario, merugikan dalam berbagai aspek, dari aspek kedaulatan pengelolaan biodiversitas Indonesia yang tercoreng, kerugian ilmiah karena ilmuwan Indonesia harus ke luar negeri bila ingin mempelajari, dan kerugian ekonomi.
"Contoh pada anggrek Dendrobium sutiknoi yang spesimennya sangat susah dicari di Indonesia, bahkan di habitatnya di Papua sana, jika adapun harganya pun selangit. Tapi, nurseri-nurseri di luar negeri sudah menjualnya dengan jumlah besar secara online ke seluruh dunia dengan harga sangat terjangkau," urai Rio.
Kasus yang sama terjadi pada anggrek jenis Dendrobium tobaense, Phalaenopsis javanica, Phalaenopsis violacea, dan banyak lainnya. Ketika negara lain mendulang uang dari sumber daya alam hayati Indonesia, negara kita justru tidak mendapatkan manfaat.
Destario mengungkapkan, "Negara kita mestinya punya sistem yang lebih baik dalam mengelola dan memanfaatkan biodiversitas yang dimiliki karena sesungguhnya negara ini memang diberkahi modal paling berharga bernama biodiversitas. Akan tetapi, melindungi saja tanpa melakukan strategi pemanfaatan secara lestari dan berkelanjutan juga akan percuma."
Artikel telah direvisi untuk memperbaiki beberapa pernyataan. Tidak ada bukti tentang siapa oknum yang membawa spesimen "P robinsoniaum" ke luar negeri, apakah peneliti itu sendiri atau oknum lain. Dengan demikian, tidak bisa dikatakan bahwa yang menyelundupkan spesimen anggrek itu adalah peneliti asing.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR