Dalam debat capres kelima kali ini, Sabtu (5/7), calon presiden dan calon wakil presiden akan berdebat terkait pangan, energi dan lingkungan.
Di bidang energi, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memiliki beberapa visi dan misi terkait energi.
Prabowo-Hatta akan mencetak lahan sebanyak 2 juta hektar untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, kemiri, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari dengan pola pengusahaan seperti BUMN-rakyat maupun patungan BUMN-swasta. Prioritas juga akan diberikan pada pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN), serta energio-bio dan energi terbarukan pada umumnya. Kebijakan pemakaian biodiesel juga akan diwajibkan secara bertahap.
Tata kelola migas nasional akan dikembalikan sesuai pasal 33 UUD 45 dengan penyelesaian revisi UU Migas. Pembangkit listrik tenaga panas bumi dan air juga akan dibangun dengan kapasitas 10.000 MW dan melaksanakan penyediaan listrik nasional mencapai rasio 100 persen sampai tahun 2019.
Kilang-kilang minyak bumi, pabrik etanol, dan pabrik DME (pengganti elpiji) serta infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi atau distribusi gas juga akan dibangun.
Terkait BBM, Prabowo-Hatta akan memperluas konversi penggunaan BBM pada gas dan energi terbarukan dalam pembangkit listrik PLN.
Pasangan ini akan melakukan investasi langsung untuk meningkatkan kapasitas, pemeliharaan, dan peremajaan infrastruktur transmisi dan distribusi listrik guna meningkatkan pasokan. Pemanfaatan sumber daya air dan pembangkit listrik mikrohidro bagi pemenuhan listrik di daerah-daerah terpencil.
Di samping itu, subsidi BBM juga akan dikurangi khusus terhadap orang kaya melalui mekanisme pajak dan cukai, serta membangun sistem subsidi energi yang tepat sasaran dan berkeadilan.
Sementara itu, Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengusung 9 poin untuk mengatasi masalah pokok energi nasional.
Pertama, masalah lifting minyak yang turun terus-menerus. Pasangan Jokowi-JK akan melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi masalah pertama ini, antara lain dengan penggunaan teknologi seperti enhanced oil recovery (EOR), untuk sumur-sumur tua. Pasangan Nomor urut 2 ini, juga berencana merancang kegiatan eksplorasi yang mengkalibrasi antara resiko tinggi dan pengembalian investasi sehingga bisa didanai baik oleh pemerintah maupun swasta.
Pemerintahan Jokowi-JK berencana menyusun sistem fiskal perminyakan yang dapat mengakomodasi kesulitan geologi yang berbeda-beda dari satu cekungan ke cekungan lain yang akan mengakselerasi pengembangan untuk sumur tua, daerah baru, dan laut dalam.
Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK berkomitmen menyusun tata kelola migas yang efektif dan efisien untuk membangun industri migas nasional yang kuat yang beorientasi pada kedaulatan energi.
Kedua, besar konsumsi Energi di Sektor Transportasi berbasis pada energi mahal minyak Bumi yang harus diimpor dan ditopang oleh Subsidi. Adapun strategi yang dapat mengurangi subsidi dan menjaga penyediaan energi murah antara lain dengan, konversi BBM ke BBG. Selain itu, meningkatkan penyediaan biofuel (berbasis domestik).
Ketiga, lemahnya tata kelola sektor migas yang berakar pada orientasi jangka pendek yang hanya memaksimalkan pendapatan negara dari sektor tersebut. Untuk mengatasi masalah ketiga ini, pasangan Jokowi-JK akan membangun industri migas nasional yang kuat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mereka juga berkomitmen akan mengoptimalkan dana APBN melalui lifting, merumuskan strategi reserve replacement, serta mendorong revisi UU Migas.
Keempat, akses terhadap energi masih rendah. Jokowi-JK berencana membangun infrastruktur untuk penyediaan listrik yang lebih cepat untuk mengimbangi kebutuhan dengan menggunakan energi murah seperti gas dan batubara, termasuk mengkonversi pembangkit listrik yang ada yang berbasis pada energi BBM menjadi energi murah seperti gas dan batubara.
Mereka juga akan memperbaiki sistem pemberian subsidi PLN, mengkonversi pembangkit listrik yang ada yang berbasis pada energi BBM menjadi energi murah seperti gas dan batubara. Memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk dapat melakukan investasi dalam pembangunan pembangkit listrik sebagai Independent Power Producer (IPP). Serta, menggalakkan penggunaan biofuel berbasis potensi lokal untuk nelayan dan daerah terpencil.
Kelima, listik mahal. Dalam jangka pendek strategi kelistrikan yang akan diambil adalah menitikberatkan pada penyediaan listrik murah dengan berbasis pada batubara dan gas alam. Pemerintahan Jokowi-JK juga akan membenahi dan menelaah perancangan dan pelaksanaan FTP II berbasis pada panas bumi. Pembenahan peraturan Energi Baru Terbarukan (EBT), meningkatkan bauran dari energi terbarukan dengan bertumpu pada panas bumi dan tenaga air, dengan perhatian khusus berupa insentif kuat melalui skema tarif yang menarik.
Sementara dalam jangka menengah dan panjang, pemerintahan Jokowi-JK akan mengutamakan sepenuhnya tenaga panas bumi, tenaga air, dan energi terbarukan.
Keenam, energi baru terbarukan (EBT) masih belum banyak dimanfaatkan. Untuk mengembangkan dan meningkatkan penggunaan EBT, diperlukan strategi yang komprehensif dan cerdas, antaralain, mengubah sistim harga beli EBT sehingga sesuai dengan nilai keekonomian.
Memberikan insentif kepada para pelaku bisnis baik individu maupun perusahaan yang berpartisipasi dalam pengembangan industri energi terbarukan.
Ketujuh, masih minimnya infrastruktur migas. Untuk mengatasi masalah tersebut, Jokowi-JK berkomitmen membangun kilang minyak di Indonesia untuk mencukupi kebutuhan nasional.
Membangun infrastruktur di bidang transportasi yang berbasis energi lokal dan murah, dengan jalan pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Jokowi-Jk juga akan memberikan insentif kepada swasta untuk mendorong partisipasinya dalam pembangunan infrastruktur energi nasional.
Kedelapan, borosnya penggunaan energi. Untuk ini pemerintahan Jokowi-JK mendorong pembangunan trasnportasi publik untuk mengurangi volume dan jarak perjalanan transportasi pribadi yang cenderung boros.
Di sektor pembangkit listrik, teknologi yang digunakan dalam pembangkit listrik berbahan batubara dan gas harus menyesuaikan dengan karakteristik bahan bakar yang ada di Indonesia. Pemerintah Jokowi-JK juga memiliki sejumlah langkah efisiensi energi bagi konsumen rumah tangga, publik, dan indsutri.
Kesembilan, isu perubahan iklim sebatas perlakuan isu lingkungan saja. Padahal menurut pasangan ini seharusnya juga dilihat sebagai isu ekonomi. Untuk menyelesaikan isu ini, pasangan Jokowi-JK akan mendukung kampanye internasional agar negara negara maju segera mengurangi emisi karbon.
Pengurangan emisi karbon dan sekaligus mengalihkan pengeluaran subsidi minyak impor dengan cara mengganti solar ke bio-solar (minyak sawit) dan premium ke bio-ethanol (berbahan dasar singkong dan tetes tebu). Penggunaan EBT, dan peningkatan produksi sawit ramah lingkungan.
Pasangan ini juga berpendapat kebijakan perubahan iklim perlu bersinergi secara erat dengan sektor kehutanan dan pembenahan tata kelola penggunaan lahan. Pembenahan perizinan terkait tata guna lahan perlu mendapat perhatian serius karena akan berdampak pada sektor energi, ekonomi secara umum dan bahkan sosial dan keamanan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR