Tanda konstipasi kronis bisa diketahui jika anak memiliki gangguan gastrointestinal, yakni berupa tinja yang keras yang bisa berbentuk seperti kerikil maupun besar, buang air besar kurang dari tiga kali per minggu, dan tidak mampu mengeluarkan tinja yang berlangsung lebih dari enam minggu.
Sayangnya, 90 hingga 95 persen penyebabnya belum diketahui, sementara lima hingga 10 persen disebabkan kelainan organik. Kelainan organik ini bisa diakibatkan kondisi bawaan, atau kelainan pada sistem pencernaan anak.
Pada skala yang lebih ringan, konstipasi bisa disebabkan karena perubahan diet seperti kurangnya konsumsi serat.
"Kalau tidak ditangani dengan memadai akan membuat kondisi klinisnya menjadi kronis dan menyebabkan rasa frustasi pada anak, orangtua, dan juga dokter yang merawatnya," Dedy menejelaskan.
Baca Juga: Manfaat Buah Naga Bagi Ibu Hamil, Cegah Cacat Hingga Obati Sembelit
Kondisi yang berhubungan dengan konstipasi juga berupa rasa nyeri dan perut kembung, yang dapat hilang sesudah buang air besar. Rasa ingin buang air besar tapi tidak keluar saat sudah di jamban, dan kecepirit di antara tinja yang keras yang kerap salah didiagnosis oleh orang tua sebagai diare.
"Konstipasi juga menurunkan nafsu makan dan berat badan sulit naik, karena sisa tinja itu masih banyak di perut. Sehingga memberikan rasa kembung dan membuat anak jadi tidak selera untuk makan."
Konstipasi bisa terjadi apabila anak mengalami masalah seperti pindah rumah, yang mengakibatkan mereka belum beradaptasi ketika melihat toilet. Atau, yang paling parah bisa disebabkan karena adanya kekerasan pada anak.
Dedy menerangkan, bila orang tua berkonsultasi pada dokter harus menerangkan kapan terakhir dan interval anak buang air besar, tekstur dan warna atau bentuk tinja, raut dan perilaku saat mengejan, dan memastikan ada atau tidaknya darah dari dubur.
Baca Juga: Cara Sains Terbaru Melindungi Kesuburan Anak Lelaki Obesitas
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR