Nationalgeographic.co.id—Setiap anak adalah individu unik. Ada yang diberkahi dengan sistem kekebalan tubuh yang kuat karena diwariskan orangtuanya, ada pula yang sangat rentan dalam permasalahan pencernaan yang bahkan bisa membahayakan mereka.
Sehingga, tidak sedikit orang tua harus memperhatikan makanan yang diberikan kepada anak-anak aman dan sehat, atau tidak. Beberapa zat yang terkandung di dalam makanan yang kita sajikan, maupun pada jajanan di luar sana, bisa membuat ganggan pencernaan mereka.
Anda harus mengetahui beberapa masalah gangguan pencernaan anak dan bisa membedakannya, sebelum berkonsultasi ke dokter. Apa sajakah gangguan pencernaan yang umum pada anak-anak?
Diare menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Indonesia, kematian dan kesakitan tertinggi akibat diare terjadi pada anak-anak terutama yang berusia lima tahun. Gangguan ini bisa diketahui dengan tinja anak yang cenderung lembek, cair, atau berupa air saja.
Kebanyakan penyebab diare pada anak di dunia ini disebabkan rotavirus. Virus ini menular pada mereka, dan tidak bisa diatasi dengan obat meski sudah mendapatkan vaksin rotavirus.
Infeksinya bisa menular jika anak memegang benda yang terkontaminasi rotavirus, kemudian tidak mencuci tangan dengan sabun, kemudian menyentuh mulut, dan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.
"Dalam penelitian di enam rumah sakit di Indonesia, dalam hal ini melaporkan 55 persen dari kasus diare pada balita itu disebabkan rotavirus," ungkap Dedy Rahmat, dokter spesialis anak di OMNI Hospitals Pekayon, Bekasi, Jawa Barat.
Baca Juga: Sains Singkap Bayi Tertawa Seperti Kera Ketika Awal Kehidupannya
Tanda lainnya juga bisa diketahui apabila mereka lebih sering buang air besar dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari, atau lebih sering dari biasanya. Biasanya frekuensi ini bisa terjadi kurang dari dua minggu.
Orang tua harus mendiagnosis dini atas apa yang dialami anak berupa memastikan ada darah pada kotoran mereka, asupan makan, kebiasaan menyentuh mulut, dan jika sudah diberi obat apakah kondisinya berubah atau belum.
"Jika ditemukan pada anak usia nol sampai dua bulan dengan ASI eksklusif, disertai frekuensi buang air besar bisa mencapai delapan sampai 10 kali dengan tinja yang lunak, cair, atau tampilan seperti berbiji-biji, dan berbau asam, ini bukan kondisi diare," lanjutnya dalam webinar OMNI Hospital bersama Babies Bekasi, Minggu (03/10/2021).
Dedy memaparkan dua kategori dehidrasi pada anak untuk mengetahui tanda diare. Pertama, dehidrasi ringan dan sedang, berupa rasa gelisah, kelopak mata cekung, rasa haus yang parah, dan kelenturan kulit yang berubah.
Kemudian, dehidrasi berat ketika anak memiliki beberapa tanda seperti penurunan kesadaran, kelopak mata sangat cekung, tidak bisa atau malas minum, dan kelenturan kulit yang sangat lambat dari dehidrasi ringan dan sedang (lebih dari dua detik).
Karena diare mengeluarkan banyak cairan dan zat besi (zinc), hal yang perlu dilakukan orang tua adalah memberinya banyak minum, dan suplemen. Beri juga dukungan nutrisi lebih banyak dari biasanya dengan perlahan-lahan, mengingat anak-anak akan malas makan saat diare.
Terakhir, antibiotik sangat diperlukan diare anak ditemukan akibat infeksi bakteri. Jika kondisinya tak kunjung membaik dengan kondisi berupa demam, tinja berdarah, muntah berulang, perasaan haus yang luar biasa, diare makin sering, dan belum mebaik dalam tiga hari, Dedy menyarankan untuk segera ke rumah sakit.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Mikrobioma, Jasad Renik si Penghuni Tubuh Manusia
Tanda konstipasi kronis bisa diketahui jika anak memiliki gangguan gastrointestinal, yakni berupa tinja yang keras yang bisa berbentuk seperti kerikil maupun besar, buang air besar kurang dari tiga kali per minggu, dan tidak mampu mengeluarkan tinja yang berlangsung lebih dari enam minggu.
Sayangnya, 90 hingga 95 persen penyebabnya belum diketahui, sementara lima hingga 10 persen disebabkan kelainan organik. Kelainan organik ini bisa diakibatkan kondisi bawaan, atau kelainan pada sistem pencernaan anak.
Pada skala yang lebih ringan, konstipasi bisa disebabkan karena perubahan diet seperti kurangnya konsumsi serat.
"Kalau tidak ditangani dengan memadai akan membuat kondisi klinisnya menjadi kronis dan menyebabkan rasa frustasi pada anak, orangtua, dan juga dokter yang merawatnya," Dedy menejelaskan.
Baca Juga: Manfaat Buah Naga Bagi Ibu Hamil, Cegah Cacat Hingga Obati Sembelit
Kondisi yang berhubungan dengan konstipasi juga berupa rasa nyeri dan perut kembung, yang dapat hilang sesudah buang air besar. Rasa ingin buang air besar tapi tidak keluar saat sudah di jamban, dan kecepirit di antara tinja yang keras yang kerap salah didiagnosis oleh orang tua sebagai diare.
"Konstipasi juga menurunkan nafsu makan dan berat badan sulit naik, karena sisa tinja itu masih banyak di perut. Sehingga memberikan rasa kembung dan membuat anak jadi tidak selera untuk makan."
Konstipasi bisa terjadi apabila anak mengalami masalah seperti pindah rumah, yang mengakibatkan mereka belum beradaptasi ketika melihat toilet. Atau, yang paling parah bisa disebabkan karena adanya kekerasan pada anak.
Dedy menerangkan, bila orang tua berkonsultasi pada dokter harus menerangkan kapan terakhir dan interval anak buang air besar, tekstur dan warna atau bentuk tinja, raut dan perilaku saat mengejan, dan memastikan ada atau tidaknya darah dari dubur.
Baca Juga: Cara Sains Terbaru Melindungi Kesuburan Anak Lelaki Obesitas
Muntah bisa menjadi tanda serius dan berbahaya pada masalah pencernaan anak. Gejala ini bisa merujuk pada pendarahan lambung, dehidrasi, hingga mengakibatkan terganggunya asupan makanan.
Penyebabnya bisa disebabkan adanya masalah di dalam atau di luar saluran pencernaan, atau penyumbatan pada organ usus yang menganggu makanan tercerna. Masalah ini bisa diidentifikasi dengan usia dan jenis kelaminnya, penyakit lain yang menyertai, keseringan muntah, kondisi psikososial di rumah, dan status gizi mereka.
Baca Juga: Manfaat Jahe, Ampuh Sembuhkan Mual-mual dan Muntah
Jika muntah pada anak makin parah, Dedy menyarankan bisa diatasi dengan cegah dehidrasi dan gangguan elektrolit mereka, mengistirahatkan dan menghindari makanan padat selama enam jam, menghentikan pemberian obat yang dapat mengiritasi lambung atau yang memperparah muntah.
Makanan yang harus disantap setelah enam jam dari muntah adalah yang lunak, seperti bubur. Makanan biasa bisa diberikan setelah 24 jam setelahnya, dengan porsi yangdisesuaikan. Misal jika biasanya satu mangkuk, maka sajikanlah sepertiga atau setengah porsi biasanya.
Selain itu juga, orang tua harus memberikan minuman manis dan berserat seperti jus buah, dan menghindari anak-anak beraktivitas setelah makan.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR