Inovasi dalam bidang Corporate Social Responsibilty (CSR) kembali ditunjukkan PT Pertamina EP dengan mengembangkan teknologi yang memanfaatkan tenaga surya yang diperuntukan untuk budidaya rumput laut. Inovasi ini dikembangkan di wilayah PT Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field, tepatnya di daerah Pantai Amal, Tarakan, yang merupakan pusat budidaya rumput laut.
Hariyanto, selaku CSR Staff Tarakan Field, mengungkapkan bahwa pihaknya dan tim dari Fakultas Teknik Elektro, Universitas Borneo, Tarakan, berhasil menciptakan alat untuk membantu pengolahan rumput laut yang memang dalam prosesnya selama ini tergantung dengan kondisi cuaca khususnya sinar matahari untuk pengeringan rumput laut.
"Ide ini berawal dari ketergantungan para petani terhadap cuaca dalam pengolahan rumput laut, jadi kami dan rekan-rekan Universitas Borneo berinisiatif untuk mengembangkan suatu alat sehingga masyarakat tidak perlu lagi bergantung pada kondisi alam, hasilnya terciptalah alat pengering yang mampu mempersingkat waktu pengeringan dan tidak selalu mengandalkan cuaca cerah" kata Hariyanto saat peresmian uji coba alat pengering rumput laut di Pantai Amal, Tarakan, beberapa waktu lalu.
Selain mempersingkat durasi pengeringan, Hariyanto menjelaskan bahwa alat tersebut tidak selalu membutuhkan matahari. "Ketika sinar matahari tidak ada atau cuaca mendung proses pengeringan tetap bisa dilanjutkan, yakni dengan memanfaatkan kayu yang dibakar, kemudian alat ini menyaring panas dari hasil pembakaran kayu tersebut untuk mengeringkan rumput laut," jelasnya.
Teknologi ini diakui Hariyanto masih baru berupa 'Prototipe' dan masih akan menunggu hasilnya. "Ini masih ujicoba memang, tapi kami optimis alat ini bisa sukses dan membantu warga disini, kedepan jika sudah teruji dan memenuhi standar yang ditargetkan maka kami akan patenkan alat ini," tutur Hariyanto.
Untuk diketahui, PT Pertamina EP Tarakan Field dalam pengembangan teknologi ini menggandeng sumber daya lokal yakni Universitas Borneo, selain untuk ikut dalam pengembangan dunia pendidikan nasional, lokasi kampus yang berdekatan dengan Pantai Amal tentu dapat membantu proses pemantauan dan perkembangan alat ini.
"Kerja sama dengan PT Pertamina EP bukan pertama kali ini saja, untuk alat ini sendiri kami kembangkan sejak tahun lalu dan hari ini baru kita uji coba secara resmi, kami optimis alat ini bisa sukses dan membantu masyarakat," kata Mulyadi, perwakilan dari mahasiswa Universitas Borneo.
Budidaya rumput laut sendiri menjadi potensi berharga masyarakat pesisir di Tarakan, berbagai makanan hasil olahan dari warga yang dibina melalui program CSR Tarakan Field bahkan sudah mulai diminati dan memiliki target pasar yang jelas. "Kami berencana akan patenkan dan sertifikasi Halal hasil warga dari rumput lau ini, " kata Hariyanto. Selain makanan rumput laut juga biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik.
Para petani sendiri mengaku senang dengan adanya teknologi dari bantuan CSR PT Pertamina EP, selain memudahkan pekerjaan, program ini memang diakui dapat membantu perekonomian. "Untuk satu kilogramnya rumput laut dihargai Rp 14.000, dalam sehari bisa memanen lebih 100 kilogram, jika cuaca laut bagus bahkan bisa 300 kilogram, " kata salah satu petani.
Tentu dengan nilai jual yang cukup tinggi ini membuat budidaya rumput laut menjadi pintu bagi warga pesisir di Pulau Tarakan untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR