Seorang pedagang tahu, Teguh, di Pasar Petojo Ilir, Gambir, Jakarta Pusat, enggan memberikan tahu yang akan dites formalin oleh Suku Dinas Pertanian dan Peternakan Jakarta Pusat. Ia mengaku bahwa tahu yang dijualnya telah banyak dibeli konsumen.
"Ini sudah banyak dibeli, Pak. Tidak usah," kata Teguh kepada pejabat Sudin Peternakan dan Pertanian Jakarta Pusat di lantai dasar Pasar Petojo Ilir, Jakarta Pusat, Senin (21/7).
Mendengar pernyataan itu, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Sudin Pertanian dan Peternakan Jakarta Pusat Sarjoni langsung meminta tahu sisa jualan Teguh. Kasudin Pertanian dan Peternakan Jakarta Pusat M Ishom Setiawan memerintahkan Teguh memberikan tahu itu kepada Sarjoni.
"Keluarkan saja, daripada kamu yang ditangkap," kata Ishom.
Teguh akhirnya pasrah dan mengeluarkan lima potong tahu. Dia mengaku pada hari ini penjualan tahunya cukup laku. "Ini hanya sisa lima. Tadi sudah dibeli semua," ucap Teguh lagi.
Lalu, Sarjoni mengecek tahu dengan mengambil air rendaman tahu dan memasukkannya ke dalam tabung laboratorium bening dan meneteskan cairan kimia 10 kali tetes. Seusai mencampurkannya, Sarjoni mengambil kertas penguji dan mengecek kadar formalin.
Hasilnya, kertas penguji berwarna ungu pekat dan kadar warna melebihi 200 ppm. Hal itu menunjukkan terdapat bahan berbahaya yang terkandung di air tersebut.
"Kalau di atas 200 ppm itu melebih batas normal. Sekali makan itu bikin pecah usus. Bisa rontok," ujar Sarjoni.
Kemudian, Sarjoni menyuruh Teguh menginjak tahu formalin tersebut. Dia diminta menginjak lima tahu sisa langsung di depan pejabat Sudin Pertanian dan Peternakan Jakarta Pusat serta pedagang lain.
"Jadi, dari mana kamu dapat ini?" tanya Ishom.
"Saya dikirim dari Sumur Batu," jawab Teguh.
Setiap hari, Teguh mengaku memasok 50 tahu putih dengan ukuran persegi tersebut di Pasar Petojo Ilir, Jakarta Pusat.
Teguh tak bisa berkelit saat dinyatakan tahu yang dijualnya berformalin. Namun, ia mengaku tidak tahu nomor pemasoknya tersebut ketika diminta oleh Sarjoni.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR