Pernahkah terpikir oleh Anda, mengapa orang Asia punya kebiasaan secara spontan membuat tanda V atau "peace" tatkala difoto?
Untuk orang non-Asia, gestur ini kelihatannya berkelindan dalam budaya populer Beijing, Osaka atau Taipei. Namun faktanya, asal-usulnya tidak lebih dari empat puluhan tahun lalu, atau akhir era 1960. Dan baru mulai menyebar secara luas pada akhir 1980.
Ada yang bilang ini diawali atraksi Janet Lynn. Siapakah dia?
Dia seorang figur publik dan pemain skat asal Amerika yang difavoritkan membawa pulang emas di Oliampiade 1972 Jepang. Sayang dia tak dapat meraihnya karena terjatuh saat tampil. Medali emas pun melayang.
Namun, daripada meringis, si gadis pirang 18 tahun itu tersenyum saja. Perilaku yang membuat dia diidolakan, dan mendapat legiun penggemar dari Jepang.
Lynn lalu menjadi sensasi media di Jepang, menerima ribuan surat penggemar. Lantas selama kunjungan media seantero Jepang di tahun-tahun setelah Olimpiade, dia terbiasa memberikan tanda V. Lahirlah fenomena budaya ini.
Mungkin juga bukan itu. Sebab, pendapat lain mengatakan tanda V sudah dikenal melalui manga. Pada tahun 1968, dalam komik bisbol Kyojin no Hoshi (Star of the Giants), tokoh protagonis yang berjuang dari masalah dengan ayahnya dan tekanan kompetisi, dikisahkan mendapatkan dukungan tak terucap ketika sang ayah melemparkan tanda V baginya sebelum pertandingan besar.
Lalu, iklan yang barangkali menjadi pendorong terbesar. Bagaimana pun pengaruh Lynn memperkenalkan gestur tanda V ini, media Jepang lebih melekatkannya pada sosok Jun Inoue, penyanyi dari band populer Spiders. Sebagai bintang, Inoue didapuk pula menjadi spokeperson untuk kamera Konica. Sembari tersenyum, dia spontan menunjukkan tanda V dengan kedua jemarinya di dalam setiap iklan Konica.
"Praktik ini merupakan bukti kekuatan media—terutama televisi—dalam Jepang periode pascaperang, untuk menyebarkan tren dan selera baru, saya melihat teori Inoue ini sebagai penjelasan bagi praktik tersebut," ujar Jason Karlin, profesor rekanan di University of Tokyo serta pakar budaya media Jepang.
Sementara Laura Miller, seorang pakar studi Jepang dan antropologi di University of Missouri, St Louis, menggarisbawahi peranan para gadis Jepang dalam memopulerkannya di dalam foto. Para gadis Jepang pun mengatakan piisu, atau peace, sewaktu membuat gestur tersebut saat era 1970-an.
"Seperti banyak budaya Jepang yang lain, agennya kerap adalah gadis-gadis muda, tapi mereka kurang dianggap berperan dalam inovasi kultur," tulis Miller kepada TIME.
Ketika budaya pop Jepang meledak dan mulai menyebar di Asia Timur pada 1980-an (sebelum munculnya K-pop di abad ini), tanda peace itu diekspor ke dataran Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan.
Yang jelas, kini kebiasaan tersebut boleh dibilang "mewabah" di mana saja orang Asia berada. Umumnya orang muda Asia yang berfoto dengan tanda V ini melakukan tanpa berpikir, dan bingung juga kalau ditanya mengapa mereka melakukan hal itu.
Berfoto dengan tanda peace sudah demikian populer sekarang. "Saya juga tidak tahu kenapa," kata Imma Liu, 4 tahun, dari Hong Kong. Tapi, dia mengatakan dia senang ketika melakukannya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR