Rencana untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dunia semakin lantang terdengar. Salah satunya berasal dari Kongres Dunia Union internationale des Architectes (UIA) di Durban, Afrika Selatan, pekan lalu.
Sebanyak 124 anggota organisasi yang hadir telah mendeklarasikan komitmen mereka pada arsitektur berkelanjutan. Mereka bertekad akan mengadopsi Deklarasi 2050 Imperative. Deklarasi tersebut berisi rencana mengurangi emisi karbon dioksida dari bangunan.
Deklarasi yang diadakan pada Rabu (8/8/2014) lalu itu mengetengahkan betapa gentingnya kondisi lingkungan saat ini. Karena itu, anggota UIA dari seluruh dunia perlu berkomitmen mewujudkan masa depan yang berkelanjutan dan keadilan.
Salah satu ungkapan yang disebutkan dalam deklarasi tersebut berbunyi, "Daerah perkotaan bertanggung jawab atas lebih dari 70 persen konsumsi energi global dan emisi CO2, yang umumnya berasal dari bangunan. Lebih dari dua dekade mendatang, sebuah area kurang lebih setara dengan 60 persen total stok bangunan dari seluruh dunia diproyeksikan akan dibangun dan dibangun kembali di area urban seluruh dunia. Hal ini akan memberikan kesempatan yang berlum pernah terjadi sebelumnya untuk mengurangi emisi CO2 bahan bakar fosil dengan menetapkan sektor bangunan global pada jalur pengentasan emisi di 2050".
Dalam pernyataan yang sama juga disebutkan, bahwa UIA menyadari pentingnya peranan arsitek dalam perencanaan dan perancangan lingkungan. Karena itu, arsitek bisa menjadi garda depan dalam pengurangi emisi karbon. UAI mendukung para anggota untuk:
Hal tersebut mendapat dukungan dari Presiden American Institute of Architects (AIA), Helene Combs Dreiling, FAIA.
"Kita telah membuat langkah besar menuju lingkungan binaan yang berkelanjutan, tetapi kita masih perlu memajukan industri untuk membuat desain berkelanjutan menjadi standar de factountuk semua proyek konstruksi," kata Dreiling.
"Praktik desain berkelanjutan dilaksanakan oleh arsitek dunia akan mengurangi perubahan iklim dan akhirnya menyelamatkan nyawa," tambahnya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR