Nationalgeographic.co.id—Industri rokok memulai kampanye propaganda yang ditujukan untuk wanita, mulai tahun 1920-an di Amerika Serikat. Kampanye ini menjadi lebih agresif seiring berjalannya waktu dan pemasaran secara umum menjadi lebih menonjol.
Virginia Slims adalah merek rokok khusus wanita pertama dan terpopuler. Philip Morris meluncurkan merek tersebut pada tahun 1968 di puncak gerakan pembebasan perempuan. Philip Morris menggambarkan wanita yang cerdas, mandiri, berdaya, kurus dan menyiratkan bahwa merokok adalah bagian dari kehidupan wanita sehat ini.
"Rokoknya lebih panjang, lebih ramping, dan secara keseluruhan lebih elegan dan feminin," tulis Allan M. Brandt. Ia menulis dalam bukunya Cigarette Century: the Rise, Fall and Deadly Persistence of the Product that Defined America, pada tahun 2007.
Brandt menggambarkan bahwa iklan-iklan tersebut menggambarkan foto-foto wanita glamor, dengan foto wanita yang melakukan tugas-tugas duniawi seperti mencuci pakaian atau pekerjaan rumah tangga.
Dengan pemasaran bertarget gender, termasuk kemasan dan slogan "lebih ramping" dan "lebih ringan", serta promosi perempuan merokok di film dan acara TV populer, industri rokok mampu meningkatkan persentase perempuan untuk merokok.
"Menargetkan perempuan sangat efektif," imbuh Brandt. Hanya enam tahun setelah pengenalan Virginia Slims dan kampanye bertarget perempuan lainnya, tingkat merokok anak perempuan berusia 12 tahun meningkat sebesar 110%.
Baca Juga: Sejak Kapan Manusia Merokok? Ini Bukti Tertua Penggunaan Tembakau
"Kenyataannya, bagaimanapun rokok membuat ketagihan. Merokok menyebabkan penyakit dan kematian, bukan gaya hidup sehat," tulis J.P Pierce bersama timnya. Ia menggambarkan propaganda industri rokok yang sebenarnya berdampak buruk pada kesehatan.
Mereka menulisnya dalam Journal of the American Medical Association (JAMA), berjudul Smoking initiation by adolescent girls, 1944 through 1988. An association with targeted advertising, publikasi tahun 1994.
"Namun, Philip Morris terus mempromosikan Virginia Slims dengan pesan kampanye palsu yang sama, tentang kesuksesan, keindahan, dan kemandirian yang mereka miliki selama lebih dari empat dekade," tambahnya.
Baca Juga: Perempuan-perempuan yang Memegang Rahasia Mutu Tembakau Deli
"Industri tembakau mengarahkan perhatiannya pada perempuan di negara-negara berkembang, di mana pendidikan dasar, apalagi pendidikan tembakau, seringkali tidak ada atau tidak diberikan kepada perempuan," jelasnya lagi. Secara numerik jumlah wanita merokok lebih banyak di negara berkembang.
Pada tahun 2006, RJ Reynolds (RJR) meluncurkan rokok Camel No. 9, ditujukan untuk wanita, menghabiskan dana hingga $50 juta untuk biaya pemasaran dalam meluncurkan merek baru.
Kemasannya dibuat lebih menarik. "Rokok dikemas dalam kotak hitam mengkilat dengan hiasan hot pink atau teal dengan logo yang sesuai dengan yang ada di bungkus rokok," tulis Pierce. Desain visualnya mempromosikan rokok ini sebagai bagian dari mode fesyen.
Baca Juga: Wanita Merokok Lebih Sedikit, Tapi Lebih Kecil Kemungkinan Berhenti
Tak tanggung-tanggung, Camel harus merogoh kocek lebih dalam. "Iklan cetaknya juga dipromosikan pada majalah yang populer di kalangan remaja, seperti Vogue, Glamour, Cosmopolitan dan In Style," tambahnya.
Indonesia yang merupakan negara berkembang, tak luput dari imbas propaganda industri rokok dan tembakau. Tidak hanya para pria yang kemudian menjadi konsumennya, para wanita juga terlibat didalamnya.
"Hingga tahun 2015, tercatat masih ada lebih dari 1.957.600 wanita Indonesia yang merokok setiap harinya, menjadikannya ancaman kesehatan masyarakat yang berkelanjutan dan mengerikan," mengutip The Tobacco Atlas.
Awal abad ke-21, terjadi banyak kontroversi dan perdebatan, diiringi dengan isu bahayanya merokok, utamanya dikalangan wanita. Adanya propaganda dari dunia kedokteran, agaknya menambah perhatian para wanita untuk berhenti merokok.
"Adanya gangguan pada rahim hingga masalah kehamilan adalah bagian dari penyadaran pada wanita tentang bahayanya merokok," tulis NHS dalam laman resminya, dengan artikelnya berjudul Stop smoking in pregnancy, terbut pada tahun 2019.
Melansir The Tobacco Atlas, pada tahun 2017, persentase perokok saat ini telah turun menjadi 14,0%, dari sebelumnya 21% pada tahun 2001. Angka tersebut juga turus menurun hingga 12,7% di tahun 2020 bagi wanita yang masih merokok.
Baca Juga: Tak Hanya Sampah Plastik, Puntung Rokok Juga Berbahaya Bagi Lingkungan
Source | : | NCBI,JAMA Journal |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR