Sejumlah LSM menuntut agar Florence Sihombing yang dituduh menghina dan mencemarkan nama baik warga Yogyakarta, dibebaskan dari tahanan Polda Yogyakarta, karena penahanan itu dianggap terlalu berlebihan.
Pernyataan ini disampaikan sejumlah LSM seperti Kontras, LBH Jakarta, ICT Watch, dan SafeNet di Jakarta, Minggu (31/8) siang.
"Mengingat dia sudah melakukan klarifikasi permohonan maaf melalui akun pribadinya, penahanan atas Florence itu terlalu berlebihan," kata Kepala Divisi pemenuhan hak sipil dan politik LSM Kontras, Alex Argohernowo, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (31/8) sore.
Mereka juga meminta agar aparat kepolisian menyelesaikan kasus ini melalui mediasi antara pelapor dan Florence Saulina Sihombing menyusul adanya permintaan maaf dari yang bersangkutan.
"Sehingga, kami harap proses hukum (terhadap Florence) tidak ada," kata Alex.
Polda DIY Yogyakarta telah menahan Florence pada Sabtu (30/8) kemarin. Dia diduga menghina dan atau mencemarkan nama baik atas warga Yogyakarta melalui media sosial.
Penahanan ini dilakukan kepolisian setempat karena perempuan yang berusia 26 tahun itu dianggap "tidak kooperatif mengikuti penyidikan".
Sejauh ini konsultan hukum Florence berupaya agar kliennya dapat ditangguhkan penahanannya. Mereka juga menganggap penahanan itu terlalu tergesa-gesa.
Dianggap menghina warga Yogyakarta
Mahasiswi S-2 di sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta ini dijerat dengan Undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik.
Dia dianggap mengeluarkan kata-kata yang dianggap menghina dan atau mencemarkan nama baik warga Yogyakarta melalui media sosial Path.
Di media sosial itu, Rabu (27/8), perempuan asal Medan, Sumatra Utara itu menuliskan kata-kata yang belakangan dianggap menghina warga Yogyakarta.
Diantaranya Florence menulis: "Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal di Jogja."
Tulisan ini kemudian disebarkan para pengguna media sosial ke Facebook, Twitter dan media sosialnya, serta menimbulkan reaksi negatif yang menimpa Florence.
Seperti dilaporkan beberapa media massa terbitan Jakarta, beberapa lembaga di Yogyakarta lantas melaporkan Florence ke Polda DIY Yogyakarta.
Sejumlah media melaporkan, Florence menulis kata-kata itu setelah dia menolak mengantre di barisan kendaraan roda dua di sebuah SPBU di Yogyakarta, seperti yang diminta petugas.
Saat itu, dia disebutkan berada di barisan kendaraan roda empat. Dia kemudian meninggalkan SPBU setelah petugas menolak melayaninya.
\'Harus berhati-hati\'
Sementara itu, pengamat media sosial, Wicaksono mengatakan, kasus yang menimpa Florence Sihombing dapat dijadikan semacam otokritik bagi para pengguna media sosial agar "lebih bersikap berhati-hati dalam menyampaikan pendapat."
Dia juga mengingatkan, agar pengguna media sosial lebih berhati-hati dalam "menyebarkan pendapat seseorang melalui media sosial."
Menurutnya, kasus yang menimpa Florence barangkali "tidak menjadi besar", apabila apa yang ditulisnya tetap berada di dalam media sosial Path dan tidak disebarkan ke media sosial lainnya dan ke media massa.
"Ini membuat semua orang yang tidak menggunakan media sosial, yang dijadikan Florence berpendapat, itu menjadi tahu," kata Wicaksono kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.
Tulisan Florence itu kemudian memancing polemik tajam, demikian analisa Wicaksono, karena pengguna media sosial di Indonesia saat ini cenderung "melebih-lebihkan", "ingin tahu urusan orang lain" dan "suka memprovokasi" atas sebuah masalah.
"Nah, tiga hal ini membuat pengguna media sosial harus berhati-hati, karena ketiganya bisa memicu sebuah isu menjadi bola liar yang akan merugikan siapapun," jelasnya.
Namun demikian, Wicaksono mengatakan, dirinya tidak sepakat apabila Florence kemudian dipidanakan dan ditahan oleh Polda DIY Yogyakarta.
"Menurut saya penahanan itu berlebihan, karena tidak jelas siapa yang dirugikan dalam kasus pencemaran nama baik ini. Dia \'kan tidak menyebut orang per orang. Sehingga penggunaan Undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik terlalu berlebihan," katanya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR