Istilah Perang Dingin kembali menyeruak ketika beberapa bulan terakhir terjadi konflik di Ukraina.
Rusia dan negara barat mulai bereaksi adanya indikasi Perang Dingin dengan membatasi wilayah udara negaranya, contohnya.
Bahkan Ukraina berencana membangun dinding seperti Tembok Berlin untuk membatasi wilayah daratnya dengan Rusia, kira-kira panjangnya 1.000 mil. Konflik dengan Ukraina membuat Rusia kehilangan beberapa fasilitas militer dan transportasi penting.
Ketegangan yang terjadi sekaarang ini mungkin berbeda dengan masa lalu. "Sifat konflik saat ini berbeda," papar Vasily Kashin, ahli dari Analisis Strategi dan Teknologi di Moskow.
Menurut Kashin, konflik sekarang ini lebih pada upaya peningkatan kekuatan antara Tiongkok dan Rusia untuk melawan pengaruh dominasi Amerika Serikat.
Perlahan tapi pasti, nampaknya perang dingin terus menguat. Sebuah babak baru ketuka Rusia bertujuan mengambil sektor energi vital. Sementara Eropa berupaya menyiapkan rencana darurat penghentian pengiriman energi gas ke Rusia.
Tak mau kalah, Rusia pun mempertimbangkan pemblokiran penerbangan dari Barat yang melewati wilayah udaranya. Menteri Dimitry Medvedev mengatakan bahwa pemblokiran tersebut mengancam penerbangan bangkrut, karena Rusia mempunyai 6,5 juta mil persegi wilayah udara setara lebih dari seperdelapan luas di dunia.
Dilaporkan pula, empat restoran cepat saji McDonald di Moskow ditutup. Penutupan itu dilakukan setelah Rusia mulai mengembangkan senjata nuklir dan kontoversial lainnya.
Menurut Archie Brown, profesor dari Universitas Oxford sekaligus penulis berbagai buku ternama bahwa perluasan NATO ke arah timur telah mengambil perhatian Rusia.
"Menyebut Perang Dingin kedua mungkin agak berlebihan, jika dibandingkan kenyataan Perang Dingin terdahulu," tegas Brown.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR