Di dunia, ada sembilan sub-spesies harimau, di mana tiga sub-spesies dinyatakan punah dan masih tersisa enam sub-spesies kucing besar ini.
Enam sub-spesies harimau yang masih ada di dunia yaitu harimau siberia (Panthera tigris altaica), harimau cina selatan (Panthera tigris amoyensis), harimau indochina (Panthera tigris corbetti), harimau benggala (Panthera tigris tigris), harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan harimau malaya (Panthera tigris jacksoni).
Tiga sub-spesies yang telah dinyatakan punah yaitu harimau bali (Panthera tigris balica) yang dinyatakan punah sejak 1937, harimau jawa (Panthera tigris sondaica) yang dinyatakan punah pada 1972, dan harimau kaspia atau harimau parsi (Panthera tigris virgata) yang dinyatakan punah sekitar 1950.
Sekjen Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto mengatakan Indonesia saat ini tinggal mempunyai satu sub-spesies harimau yaitu harimau sumatera, setelah harimau bali dan harimau jawa dinyatakan punah. Sejak 1996, IUCN menyatakan harimau sumatera menjadi spesies yang terancam punah (critically endangered)
“Saat ini hanya ada satu sub-spesies harimau yaitu harimau sumatra. Dan satwa mendekati kepunahan,” katanya dalam sambutan yang dibacakan Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Kemhut, Raffles B Panjaitan dalam diskusi konservasi harimau di @amerika di Jakarta, pada Rabu malam (1/10).
Hadi mengatakan beberapa ancaman yang membuat jumlah harimau sumatera makin menurun, antara lain karena perburuan liar untuk perdagangan dan pengambilan organ harimau, semakin hilangnya hutan sebagai habitat hewan besar itu dan penularan penyakit dari satwa domestik ke harimau.
Sebagai upaya konservasi, Kemhut bersama dengan pemangku kepentingan telah membuat Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (SRAK), yang diatur sebagai Permenhut No. 42/2007.
Dalam kurun waktu 2007 hingga 2014, Kemhut bersama pemerintah daerah, perusahaan swasta dan LSM terkait telah melakukan upaya konservasi harimau dan habitatnya, secara langsung maupun tidak langsung dalam program in-situ maupun eks-situ.
Pemerintah juga telah melakukan kerjasama regional seperti kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan kerjasama bilateral seperti dengan Amerika Serikat untuk penanganan perdagangan ilegal harimau dan penegakan hukum terkait.
!break!Mendesak Implementasi Konservasi Harimau
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau World Wildlife Fund (WWF), Sunarto mengatakan perlu segera dilaksanakan bersama aksi konservasi harimau sumatera yang tercantum dalam SRAK. Dia melihat kurangnya upaya pemerintah dalam konservasi kucing besar ini. “Perlu segera implementasi SRAK,” katanya.
Salah satu hal yang perlu segera dilaksanakan adalah penghitungan jumlah populasi harimau sumatera, karena saat ini, baik pemerintah maupun pihak terkait belum mempunyai data pasti jumlah satwa langka ini.
Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) Kemhut (sebelum berubah nama menjadi Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam /PHKA) dalam dokumen SRAK harimau sumatera, menyebutkan pada tahun 1992, populasi harimau sumatera tersisa tinggal 400 ekor yang berada di lima taman nasional (TN) yaitu TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Way Kambas, dan TN Bukit Barisan Selatan dan 100 ekor diantaranya berada di luar kawasan TN.
Saat SRAK harimau sumatera ditandatangani pada tahun 2007, disebutkan data terakhir menyebutkan ada 250 individu yang bersumber dari delapan lansekap harimau sumatera.
Sunarto mengatakan pernah dilakukan survey okupansi harimau sumatera pada tahun 2008, yang menghasilkan data kawasan tertinggi keberadaan kucing besar itu berda di TN Kerinci Seblat dan TN Bukit Barisan Selatan.
Dia mengatakan saat ini baik pemerintah maupun LSM konservasi sedang melakukan pendataan kucing besar yang terancam punah tersebut. Pendataan ini memerlukan sinergi dan kesepakatan bersama mengenai metodologi yang digunakan dan wilayah kerja penghitungan di wilayah kerja masing-masing, sehingga dapat dihasilkan data jumlah populasi harimau sumatera yang valid.
!break!Dia mengakui keterbatasan sumber daya manusia, teknologi dan peralatan yang dimiliki masing-masing pihak untuk menghitung jumlah harimau sumatera. “Harapannya nanti ada data estimasi jumlah populasi yang bisa dikumpulkan,” katanya.
Dari segi peralatan, LSM konservasi mengakui keterbatasan jumlah kamera trap untuk dipasang di kawasan yang diduga terdapat harimau sumatera. Padahal, dari luas habitat sekitar 144 ribu kilometer, 70 persen habitatnya justru berada di luar kawasan konservasi.
“Tapi kami terus bergerak memantau di tiap lokasi secara berkala sejak 2004. Saat ini, kami memantau di Riau. Namun, hasil memang tidak bisa langsung dipublikasikan,” jelas Sunarto.
Pada acara diskusi tersebut, Direktur Yayasan Leuser International, Jamal Gawi mengatakan populasi harimau sumatera semakin tertekan karena pembukaan hutan dan alih fungsi lahan, seperti perkebunan kelapa sawit. “Naiknya permintaan komoditas ini, akan membuat lahan yang dibutuhkan makin banyak, artinya makin sedikit habitat harimau karena alih fungsi,” ujar Jamal.
Senada dengan Sunarto, Jamal juga mengharapkan implementasi penuh dari SRAK harimau sumatera yang telah disepakati pada tahun 2007.
Pada kesempatan tersebut, pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan dana sebesar 12 juta USD. “Pada awal minggu ini, kami menandatangani sebuah kerjasama di bawah Tropical Forest Conservation Act (TFCA) yang berkomitmen sekitar 12 juta USD untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati Sumatera, membantu pengembangan kerja LSM Indonesia dan memperkuat managemen hutan berbasis masyarakat,” kata Deputy Chief of Mission Kedutaan Amerika di Indonesia, Kristen Bauer.
Sedangkan Raffles Panjaitan mengatakan kerjasama Indonesia dan Amerika tersebut termasuk dana 12 juta USD akan digunakan dalam pelaksanaan program kerja di sembilan lokasi di Sumatera.
Sementara Tiger Program Manager Panthera, Wai-Ming Wong melalui fasilitas skype pada acara diskusi tersebut mengatakan masih ada harapan konservasi harimau sumatera akan berhasil karena hutan sebagai habitat kucing besar itu masih sangat luas di Indonesia. “Ada lebih dari 1,1 juta kilometer persegi habitat harimau sumatera,” katanya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR