Gubuk reyot yang dijadikan ruang kelas sekolah dasar di pelosok-pelosok Banten tak lantas membuat pelajarnya patah arang. Tempias hujan terciprat di muka, kelabang yang jatuh dari atap, dan perihnya mata karena embusan debu bukan aral melintang untuk berprestasi.
Dinding kelas Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sukatani 1 Filial dari anyaman bambu sudah bolong-bolong. Sekolah di Kampung Caringin, Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, itu beratapkan daun kirai. Sementara, lantai kelas beralaskan pasir.
"Hewan-hewan seperti ayam, kucing, dan bebek kerap masuk ke dalam kelas, bahkan buang kotoran," ujar Guru SDN Sukatani 1 Filial, Unesih (49), pertengahan Oktober 2014. Jika hujan deras, kelas bocor dan sebagian murid terkena cipratan air. Pasir yang beterbangan ketika angin bertiup, memedihkan mata.
Di dekat jendela, tulisan pada secarik kertas pengumuman terlihat luntur. Sekolah itu didirikan pada 2013 sehingga baru ada murid kelas satu dan dua. Namun, pagi itu, tak ada bangku kosong. Semua murid di SDN Sukatani 1 Filial masuk dan belajar dengan tertib. Setiap kelas ditempati 35 murid. (Baca juga Indonesia Butuh Terobosan ke Akses Pengetahuan)
Kevin Taufiqullah (7), siswa kelas dua SDN Sukatani 1 Filial, menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan tangkas.
Murid yang selalu meraih peringkat pertama itu bersama kawan-kawannya terlihat semangat mengikuti pelajaran. Kalaupun terdengar keriuhan, itu karena mereka antusias mencatat di buku tulis.
Saat ditanya, apakah Kevin malu bersekolah di gubuk usang, dia dengan tegas menjawab, "Tidak. Saya masih mau sekolah karena ingin pintar," ujarnya. Tak pernah tebersit dalam benak Kevin untuk menjadikan gubuk usang sebagai alasan untuk tidak bersekolah.
Kevin termasuk anak paling cerdas di SDN Sukatani 1 Filial dengan prestasi segudang. Dia kerap menyabet juara pertama berbagai lomba, seperti mewarnai, mengaji, dan azan. "Cita-citaku jadi kiai," tutur Kevin yang kerap menyaksikan para pemuka agama di layar kaca sambil tersenyum.
Kondisi lebih mengenaskan tampak di SDN Cijaralang 2, Desa Cijaralang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang. Sejak 2009, pelajar kelas satu, tiga, lima, dan enam belajar di gubuk. Pelajar kelas dua dan empat malah belajar dengan menumpang di rumah warga.
Kelas hanya berlantaikan tanah yang tak rata dan beratap daun kirai. Hanya satu dari empat gubuk yang memiliki pintu. Guru SDN Cijaralang 2, Haitami (43), menuturkan, sudah dua kali gubuk-gubuk itu roboh karena diempas angin kencang pada 2012 dan 2011.
Murid-murid sering takut sekolah akan roboh. Banyak warga setempat enggan menyekolahkan anaknya di SDN Cijaralang 2. Bahkan, guru-guru harus selalu berdiri.
"Kami tak punya kursi dan meja. Kalau para guru bertemu, kami kumpul di rumah seorang warga. Kami bekerja dengan bersila," kata Haitami.
!break!Tetap bersemangat
Meski demikian, keprihatinan itu tak mengendurkan semangat para murid. Endah Puji Lestari (12), siswi kelas enam SDN Cijaralang 2, menuntaskan soal-soal matematika dengan cepat. Suara Endah lantang saat guru mengujinya dengan perkalian ribuan.
Demikian pula saat ditanya seputar Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang termasuk Pendidikan Kewarganegaraan, dia dapat menjawabnya dengan tepat tanpa ragu-ragu. Endah rutin mengukir prestasi dengan selalu menjadi juara kelas.
Endah sering meraih juara berbagai lomba. Awal 2014 misalnya, Endah menjadi juara dua, pertandingan bulu tangkis tingkat gugus Kecamatan Cimanggu.
Bersama teman-temannya, dia meraih juara tiga, lomba voli Pekan Olahraga Sekolah Dasar Pandeglang, awal 2013.
Tak sekalipun Endah merasa rendah diri karena bersekolah di gubuk meski dinding bambunya sudah bolong-bolong. Murid-murid belajar dengan berdesakan di meja dan kursi usang. Setiap meja dipakai tiga murid. Jika hujan deras, murid terciprat air dan lantai tanah menjadi becek.
Kelabang yang merayapi dinding bambu dan atap kirai, sesekali terjatuh di lantai, bahkan di atas meja murid. Ular, semut, dan kalajengking kadang-kadang muncul.
"Walau sekolah di gubuk harus semangat. Yang bikin semangat karena aku mau mengejar citaku-citaku menjadi polwan," tutur Endah.
Para guru dan murid SDN Cijaralang 2 sangat ingin sekolahnya diperbaiki. Mereka ingin ruang-ruang kelas seperti di sekolah lain pada umumnya. "Ada ubin, tembok dari semen, dan genteng. Sekarang, kelas belum layak dipakai belajar," ucap Endah.
Ketua Komite SDN Cijaralang 2 Muhammad Sa\'i menuturkan, Pemerintah Kabupaten Pandeglang saat ini sedang membangun tiga kelas permanen dari semen dan batu bata untuk para murid SDN Cijaralang 2.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Banten Engkos Kosasih, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sangat peduli untuk membenahi kelas-kelas yang rusak atau tidak layak dijadikan tempat belajar.
Pemprov Banten akan menyalurkan bantuan untuk sekolah-sekolah yang membutuhkannya.
"Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten tahun 2015 sedang disusun. Pemprov Banten akan mengganggarkan dana untuk membantu sekolah," tuturnya.
Engkos menyampaikan, jumlah sekolah rusak dimiliki pemerintah kabupaten/kota. Rasio siswa dan kelas yang memadai saat ini sedang diinventarisasi.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR