Banteng muda itu berlarian di kandang penangkaran Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Umurnya baru tiga bulan. "Belum diberi nama. Ia masih dipanggil mister X," jelas Andi Maryono Efendi, staf Taman Nasional Baluran.
Di kandang semi-alami seluas 0,8 hektare itu hidup enam banteng jawa (Bos javanicus). Tiga banteng indukan dengan tiga anak. Satu banteng jantan dewasa bernama Doni; dua betina dewasa: Tina dan Usi.
Dari ketiga induk tersebut lahir tiga anak: mister X, Nina dan Tekat. "Tina punya anak Nina dan mister X, sedangkan anaknya Susi bernama Tekat," imbuh Andi.
Penangkaran di habitat alami tersebut sebagai upaya Balai Taman Nasional memulihkan populasi banteng jawa di Baluran. "Dulu, populasi banteng di Baluran cukup bagus. Kemudian menurun, hingga tinggal 15 ekor," jelas Kepala Balai Taman Nasional Baluran Emy Endah Suwarni.
Banteng jawa pada tahun 1996 berjumlah 312-338 ekor. Hanya saja, populasi banteng terus menurun. Pada 2006, hasil sensus menemukan jumlah banteng di titik terendah: 15 ekor. Meski pada 2013 populasi banteng jawa berjumlah 38 ekor, Balai Taman Nasional tetap berupaya menaikkan populasi satwa bertanduk tersebut.
!break!Banteng indukan tersebut berasal dari Taman Safari Indonesia Prigen, Jawa Timur. "Individunya dari sana, dua betina dan satu jantan," lanjut Emy, "perkembangannya baik karena berhasil beranak."
Emy masih berharap ada pejantan liar dari Taman Nasional Baluran. Namun, upaya untuk menangkap pejantan asli Baluran belum berhasil hingga sekarang.
Kini memang tidak mudah untuk menjumpai banteng di Baluran. Selain jumlahnya yang sedikit, satwa prioritas taman nasional ini sering bersembunyi di hutan.
Tak mengherankan, wisatawan sulit menjumpai banteng. Padahal, pada 2000, Yusuf Sabarno masih mengamati kawanan banteng di Bekol. "Saya menghitung ada 71 ekor banteng dalam kawanan besar di Bekol," jelas staf Pengendali Ekosistem Hutan itu.
Menyusutnya populasi banteng, jelas Sabarno, tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor. "Tapi banyak faktor dan simultan," ungkapnya. Salah satu faktor krusial adalah sumber air.
Di samping air, perburuan dan aktivitas manusia di dalam kawasan menjadi penyebab lain menyusutnya populasi banteng. Kendati saat ini ada beberapa kubangan air di Bekol dan sekitarnya, banteng terlanjur berubah perilakunya. Satwa pemamah biak itu menjadi sensitif dan pemalu.
Berjumpa dengan banteng adalah dambaan sebagian besar pengunjung. Kalau beruntung, bisa menyaksikan mamalia besar itu. Umumnya banteng datang sendirian—tidak seperti dulu yang bergerombol—dan hanya sebentar di Bekol. Jikalau tak bertemu, kerbau liar yang suka berkubang bisa sedikit menambal rasa kecewa.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR