Pendakian sudah berlangsung sekitar 3 jam dari Danau Taman Hidup menuju pos Kali Putih. Di depan terhampar bagian datar yang menjadikan alternatif para pendaki mendirikan kemah. Ingin rasanya ikut beristirahat sejenak, tapi puncak-puncak Gunung Argopuro (3.088 m) terus ‘memanggil’.
Lewat pos Cisentor, perjalanan makin penuh tantangan. Medan seperti roller coaster, naik turun melingkari pegunungan. Beruntung ada sumber air. Tak ada salahnya melepas lelah sejenak. Dua jam dari sini membawa kami pada telaga Rawa Embik. Baru 1,5 jam kemudian, sampailah pada hamparan batuan vulkanik putih keabu-abuan di puncak Rengganis.
Sementara puncak tertinggi Gunung Argopuro, berada sekitar 200 m arah selatan puncak Rengganis. Puncak itu bernama Minak Jingo atau Puncak Argopuro, ditandai tugu ketinggian (triangulasi) yang merupakan bagian dari Die Triangulation von Java karya Dr Oudemans (1897). Tugu ini sekaligus menjadi salah satu tanda batas kabupaten antara Situbondo dan Probolinggo di Jawa Timur.
Secara geologi, Gunung Argopuro merupakan gunung berapi mati yang dibentuk oleh endapan gunung api kuarter tua sekitar dua juta tahun silam. Gunung ini berada di antara dua buah gunung api besar; Gunung Semeru (3.676 m) dan Gunung Raung (3.332 m).
Argopuro dikenal sebagai gunung yang memiliki beberapa puncak dan penuh misteri. Ditemukannya sisa-sisa bangunan menyerupai pura disebutkan sebagai petilasan raja yang setelah turun tahta memutuskan menjadi pendeta.
Sementara tumpukan batu dititik tertinggi puncak Rengganis dikenal sebagai tempat bertapa Dewi Rengganis, putri sang raja yang juga menjadi pertapa.
Perjalanan turun menjadi seru, karena kami melewati jalur berbeda. Di Alun-alun Besar Sikasur (2.279 m) terdapat sisa-sisa bangunan yang diduga peristirahatan atau villa para keluarga Belanda zaman dulu.
Hal lain yang memperkuat dugaan ini adalah tumbuhnya beberapa jenis bunga berwarna-warni yang bukan spesies endemik kawasan Argopuro. Mungkin sengaja ditanam di masa lalu.
Penulis | : | |
Editor | : | Puri |
KOMENTAR