Jokowi dituntut untuk tidak hanya blusukan dalam menyelesaikan masalah lingkungan, tetapi juga menyusun kebijakan dan perencanaan pembangunan yang berpihak pada kelestarian ekosistem.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan hal itu dalam konferensi pers 2015: Menagih Janji, Menuntut Perubahan di Jakarta, Senin (19/1).
Direktur Eksekutif Walhi, Abetnego Tarigan, mengungkapkan bahwa Jokowi sudah membuat langkah baik pada awal masa pemerintahannya dengan melakukan blusukan ke lokasi yang sering mengalami kebakaran hutan.
Namun, langkah baik itu baru awal, tidak akan menyelesaikan masalah lingkungan yang kompleks. Abetnego mengatakan, langkah lanjut perlu dilakukan. "Jangan sampai blusukan menutupi masalah lingkungan yang sistematis," katanya.
Hal yang sama diutarakan Roichatul Aswidah dari Komnas HAM. Gebrakan Jokowi di berbagai bidang, termasuk dalam langkah blusukan asap, baru quick win. "Kita mau yang mendasarnya, bukan quick win," katanya.
Mengkritisi langkah pemerintahan baru, Abetnego mengatakan bahwa sejumlah kebijakan menunjukkan bahwa cara pandang dan langkah Jokowi-JK belum menunjukkan perbedaan dengan presiden sebelumnya.
Abetnego mencontohkan pendelegasian izin lingkungan ke Badan Koordinasi dan Penanaman Modal. Hal itu walaupun mempercepat proses administrasi, tetapi melanggar prinsip kehati-hatian dalam pemberian izin.
Kasus lain adalah rencana pembangunan rel kereta api di Kalimantan. Dengan jumlah penduduk Kalimantan yang sedikit, Walhi menilai bahwa pembangunan itu hanya untuk mendukung kepentingan industri batubara.
Sementara itu, Roy mengungkapkan, kasus pelanggaran HAM terkait lingkungan banyak terjadi. Namun, dalam perencanaan pembangunan, Komnas HAM tidak banyak dilibatkan secara substansi.
Menurut Abetnego, pemerintahan Jokowi perlu menunjukkan komitmennya pada penyelesaian masalah lingkungan, setidaknya dengan membuat kebijakan yang pro-lingkungan pada 2015.
"Kami mendesak pembatalan pembangunan rel batubara di Kalimantan yang sekarang bahasanya sudah diganti menjadi rel kereta barang dan penumpang," ungkap Abetnego. Ia juga mendesak perbaikan pengelolaan ekosistem gambut dan karst.
Terkait limbah, Abetbnego menyoroti soal pembuangan tailing ke laut. "Sampai saat ini, belum ada kebijakannya," katanya. Walhi juga meminta pemerintah melihat masalah lingkungan sebagai salah satu mitigasi bencana.
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR