Nationalgeographic.co.id – Saat ini, situasi pandemi Covid-19 sudah berada pada fase relaksasi. Namun, masyarakat diimbau untuk tetap waspada. Masyarakat perlu menjadikan deteksi diri sebagai kebiasaan baru.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia M Adib Khumaidi dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPC PEN, Selasa (2/11/2021). Menurutnya, awareness atau kesadaran dan self assesment merupakan bagian dari upaya menjaga kesehatan yang penting. Bukan untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang di sekitar.
“Bila kita ingin menjaga keluarga, maka mulai dari diri kita dulu. Keluarga ikut, maka kita dapat turut melindungi masyarakat. Bila kesadaran sudah muncul, fungsi pengawasan internal sudah tumbuh dalam tiap individu. Di sinilah terjadi perubahan perilaku dalam beradaptasi terhadap Covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima NGI, Rabu (3/11/2021).
Selain itu, kata Adib masyarakat juga harus tetap taat protokol kesehatan (prokes). Saat ini, prokes telah berkembang menjadi 5M, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Berbentuk Plester, Solusi untuk Fobia Jarum Suntik
Sementara, saat beraktivitas di dalam ruangan, masyarakat sebaiknya menerapkan protokol ventilasi, durasi, dan jarak (VDJ). Penerapan itu harus disertai kesadaran untuk mendukung upaya tracing, testing, dan treatment (3T) serta program vaksinasi.
“Kunci penanganan pandemi ada di tangan rakyat. Seluruh upaya pengendalian pandemi tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat. Masyarakat, menurutnya, harus menjadi garda terdepan, dapat menjalankan fungsi skrining komunitas dan tr iase komunitas,” katanya.
Siapa saja yang merasakan gejala Covid-19, menurut Adib, sebaiknya tidak ragu untuk segera tes dan melapor demi mencegah tercipta klaster penularan.
Sepakat dengan Adib, anggota Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sub Bidang Mitigasi Falla Adinda yang juga turut hadir dalam dialog tersebut menyoroti pentingnya self assesment.
Ia mengatakan setelah terbiasa dengan pola hidup di masa pandemi, seharusnya masyarakat semakin baik dalam menilai situasi sekitar.
Baca Juga: Imbas Covid-19, Penurunan Harapan Hidup Terbesar Sejak Perang Dunia II
“Misalnya saja, melihat tempat mana yang berpotensi penularan dan menilai kapan aman untuk membuka masker,” ujarnya.
Terkait mobilitas, Falla mengatakan, masyarakat sebaiknya menahan diri untuk bepergian. Sebab, berkaca dari pengalaman, lonjakan kasus banyak disebabkan oleh tingginya mobilitas.
“Pemerintah telah meniadakan cuti Natal dan Tahun Baru (Nataru) untuk mencegah mobilitas yang berlebihan. Energi euforia akhir tahun bisa dialihkan ke hal-hal yang lebih aman. Kita harus waspada bahwa pandemi masih ada dan potensi kenaikan kasus selalu ada. Dibutuhkan kerja sama semua pihak, terutama mulai dari diri sendiri untuk mencegah penularan,” kata Falla.
Jangan hanya jaga kesehatan fisik
Selain membahas upaya mencegah lonjakan kasus, dialog tersebut juga membahas isu kesehatan mental yang melonjak di masa pandemi. Co-founder dan Director Pijar Psikologi Regis Machdy mengatakan, sepanjang pandemi jumlah orang yang menderita depresi meningkat 6 persen.
Alasan yang menyebabkan depresi pun beragam, mulai dari kehilangan pekerjaan, kehidupan yang berubah total, hingga kehilangan kerabat akibat Covid-19.
Ia berharap masyarakat tidak hanya fokus pada kesehatan fisik selama pandemi, tetapi juga kesehatan mental. Pihaknya pun terus melakukan edukasi untuk masyarakat agar berani mengambil langkah konsultasi ketika merasa kesehatan mentalnya terganggu.
"Masyarakat juga perlu memiliki pola pikir optimis bahwa sebagai manusia kita telah menghadapi bermacam cobaan, sehingga kita pasti dapat selamat. Selain itu, ia mendorong adanya usaha bersama seluruh masyarakat dalam menjaga kesehatan fisik, dan mental," katanya.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR