Langit biru dan laut yang jernih kehijauan ditingkahi semilir angin segar. Alat pancing di tangan siap memindahkan ikan dari laut untuk disantap nanti malam saat tenda sudah didirikan. Bila wisatawan menganggap bermain banana boat sudah terlalu jamak, inilah cara lain menikmati alam bahari Pulau Tidung, Kepulauan Seribu.
Abi (24) dan Arda (24), dua karyawan swasta di Jakarta Selatan, memanfaatkan libur akhir pekan di pertengahan Maret lalu dengan berkegiatan di Pulau Tidung yang indah dan kaya hasil laut. Mereka membawa ransel berisi peralatan kemah dan memancing di Pulau Tidung Kecil.
Biasanya, wisatawan ke Pulau Tidung lebih banyak mengikuti paket wisata yang ditawarkan agen pariwisata, seperti snorkeling, banana boat, donut boat, dan jetski. Harga per paket sekitar Rp 350.000. Namun, berkemah dan memancing bisa menjadi alternatif menarik dan tentu lebih murah.
”Kami paling hanya keluar Rp 150.000 untuk tiket pergi-pulang dan belanja bekal,” katanya.
Pulau Tidung Kecil tidak dihuni. Alamnya masih sangat hijau karena pulau ini difungsikan sebagai kawasan konservasi. Di sisi utara pulau terdapat tanah lapang di antara pepohonan yang bisa digunakan untuk berkemah. Lokasinya hanya beberapa meter dari pantai.
Di pulau ini tersedia air bersih untuk mandi atau buang air. Pengelola juga menyediakan aliran listrik untuk mengisi ulang baterai telepon seluler. Semua itu hanya dengan biaya sekitar Rp 15.000 per orang.
Biasanya, wisatawan, seperti Abi dan Arda, tiba pada siang hari dengan kapal dari Muara Angke, Jakarta Utara. Setiba di Pulau Tidung, mereka menyeberangi Jembatan Cinta menuju Pulau Tidung Kecil. Ada dermaga lama yang tidak terpakai. Di situ, mereka bisa melemparkan joran untuk mencari ikan.
”Yaahhh... ikannya kecil,” teriak Arda, disambut tawa Abi.
Ikan-ikan itu dipakai untuk lauk makan malam. Mereka juga bisa mencari kerang untuk tambahan lauk.
Setelah merasa cukup, pengunjung bisa berjalan atau bersepeda keliling Pulau Tidung Kecil seluas 17 hektar itu. Pengelola membuatkan jalan paving keliling pulau untuk menikmati kesegaran angin laut dan keindahan matahari terbenam.
Di beberapa titik, jalan dibuat seperti gundukan yang menyenangkan untuk bersepeda. Terdapat pula jalur dengan batu-batu menonjol mirip sarana pijat refleksi telapak kaki. Lepaskan penat dengan duduk di bangku di bawah pohon cemara laut yang menghadap ke laut.
Malam hari, seiring tenda-tenda didirikan, api unggun berkobar untuk membakar ikan dan memasak air. Nikmat tak terkira menyeruput kopi dan bersantap.
!break!
Arsad, penjaga keamanan di Pulau Tidung Kecil, menuturkan, beberapa kali di sejumlah titik pernah terjadi kebakaran. ”Sepertinya wisatawan lupa memadamkan api unggun sampai benar-benar padam,” ujarnya.
Meskipun pernah terjadi kebakaran, pulau ini tetap terbuka untuk berkemah. Jadi, bagi yang ingin berkemah di tempat itu, jangan lupa mematikan api unggun dan jangan buang puntung rokok sembarangan.
Pulau Air
Bila ada uang lebih, wisatawan bisa berkemah dan memancing sekaligus snorkeling di Pulau Air. Jaraknya tak jauh dari Pulau Tidung. Abi dan Arda juga sempat menjajal berkemah di Pulau Air tahun lalu.
Untuk mencapai Pulau Air, mereka menyewa kapal dari Pulau Tidung Rp 450.000-Rp 500.000. Kapal bisa diisi rombongan sehingga biaya per orang makin ringan.
”Nakhoda kapal akan menunggu di Pulau Air sampai keesokan harinya kami kembali ke Pulau Tidung,” tutur Abi.
Seperti Pulau Tidung, perairan di Pulau Air juga hijau dan jernih. Terumbu karang pun indah sehingga sebelum berkemah pada malam hari pengunjung bisa snorkeling sepuasnya menikmati keindahan terumbu karang dan ikan-ikannya.
Di sisi utara Pulau Air terdapat beberapa bidang tanah lapang di bawah rimbun pepohonan yang bisa digunakan untuk mendirikan tenda dan membuat api unggun. Di sini, tidak ada pungutan biaya bagi wisatawan. Namun, tidak ada jaringan listrik untuk mengisi baterai telepon seluler.
Sembari berwisata, tetap menjaga kelestarian lingkungan pulau dengan tidak meninggalkan sampah sembarangan. Alam kepulauan yang menawan alangkah indahnya bila bisa terus dinikmati sekarang dan masa mendatang.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR