Data baru, dikombinasikan dengan simulasi pemodelan komputer, menunjukkan bahwa tidak ada bukti anoksia atau kekurangan oksigen yang menguat selama peristiwa kepunahan di habitat hewan laut dangkal tempat sebagian besar organisme hidup. Itu artinya bahwa pendinginan iklim yang terjadi selama akhir Periode Ordovisium dikombinasikan dengan faktor tambahan kemungkinan bertanggung jawab atas peristiwa kepunahan.
"Di sisi lain, ada bukti bahwa anoksia di lautan dalam berkembang selama waktu yang sama, sebuah misteri yang tidak dapat dijelaskan oleh model klasik oksigen laut," kata Dr. Alexandre Pohl, seorang peneliti di Departemen Bumi dan Planet. Sains di University of California, Riverside.
Pohl mengatakan, oksigenasi laut atas sebagai respons terhadap pendinginan telah diantisipasi, karena oksigen atmosfer lebih disukai larut dalam air dingin. "Namun, kami terkejut melihat perluasan anoksia di lautan bawah karena anoksia dalam sejarah Bumi umumnya dikaitkan dengan pemanasan global yang disebabkan oleh vulkanisme," ia menjelaskan.
Para penulis mengaitkan anoksia laut dalam dengan sirkulasi air laut melalui lautan global. "Hal penting yang perlu diingat adalah bahwa sirkulasi laut merupakan komponen yang sangat penting dari sistem iklim," kata Pohl.
Hasil pemodelan komputer tim menunjukkan bahwa pendinginan iklim kemungkinan mengubah pola sirkulasi laut, menghentikan aliran air yang kaya oksigen di laut dangkal ke laut yang lebih dalam.
Penyebab terjadinya kepunahan Ordovisium akhir belum sepenuhnya disepakati. Peneliti juga saat ini mengesampingkan alasan perubahan oksigenasi sebagai penjelasan tunggal untuk kepunahan ini dan menambahkan data baru yang mendukung perubahan suhu sebagai mekanisme pada kepunahan massal ini.
Tapi, menurut peneliti, mengakui bahwa pendinginan iklim juga dapat menyebabkan tingkat oksigen yang lebih rendah di beberapa bagian laut adalah kunci utama dari penelitian mereka.
"Selama beberapa dekade, aliran pemikiran yang berlaku di bidang kami adalah bahwa pemanasan global menyebabkan lautan kehilangan oksigen dan dengan demikian berdampak pada kelayakhunian laut, yang berpotensi mengganggu kestabilan seluruh ekosistem," kata peneliti. "Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak bukti menunjukkan beberapa episode dalam sejarah Bumi ketika kadar oksigen juga turun di iklim yang dingin."
Para peneliti berharap, ketika data iklim yang lebih baik dan model numerik yang lebih canggih tersedia, mereka akan dapat menawarkan representasi yang lebih kuat dari faktor-faktor yang mungkin menyebabkan kepunahan massal Ordovisium Akhir.
Source | : | Syracuse University,Nature Geoscience |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR