Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Mungkin pepatah ini cocok juga dengan kejadian yang dialami oleh Philae, penjejak milik ESA yang mendarat di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko. Pendaratan yang tidak mulus di komet tersebut ternyata membawa berkah lain bagi para astronom.
Apakah itu?
Ketika melakukan pendaratan di komet 67P, penjejak Philae tidak berhasil mendarat dengan mulus. Ia malah harus melompat-lompat aka terpantul beberapa kali sebelum benar-benar mendarat di lokasi yang berbeda dari rencana pendaratan. Rupanya, pantulan tersebut membawa berkah karena meskipun memantul-mantul, instrumen yang dipasang di Philae tetap bekerja dan mengirimkan data yang ia peroleh dari komet 67P tersebut. Hasilnya, para astronom bisa memperoleh informasi terkait medan magnetik di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko.
Mengapa Komet?
Mempelajari sebuah komet memiliki arti penting buat para astronom. Dari komposisi komet, kita bisa menelusuri kembali sejarah masa lalu pembentukan Tata Surya dan tentunya kita bisa mengetahui sejarah terbentuknya Bumi serta seumum apakah senyawa pendukung kehidupan di Tata Surya.
Salah satu yang dipelajari dari komet adalah seberapa penting peran medan magnet dalam pembentukan Tata Surya4,6 milyar tahun yang lalu. Ketika Tata Surya masih baru terbentuk, saat itu belum ada apa-apa selain piringan gas dan debu yang berputar. Tapi dalam beberapa juta tahun, piringan gas dan debu itu telah mengalami perubahan besar. Matahari telah terbentuk di pusat piringan dan materi sisa dari pembentukan sang bintang itu kemudian membentuk planet, asteroid, komet, dan satelit yang mengitari planet.
Debu dalam materi pembentukan Tata Surya tersebut mengandung sejumlah besi yang sebagian di antaranya kemudian membentuk magnetit (Fe3O4). Dan indikasi kehadiran magnetit di Tata Surya, ditemukan dalam butiran kecil berukuran beberapa milimeter dalam meteorit. Dari fakta ini para astronom menyimpulkan kalau medan magnetik dalam piringan protoplanet memegang peran penting dalam pergerakan materi ketika berinteraksi untuk membentuk gumpalan. Akan tetapi, masih belum diketahui dengan pasti seberapa penting penting perang medan magnetik dalam proses akresi ketika membentuk obyek yang lebih besar sebelum gravitasi mendominasi.
Ada beberapa teori yang dikemukakan terkait akresi partikel debu magnetik dan non magnetik. Hasilnya menunjukan kalau obyek yang besar dapat tetap termagnetisasi dan obyek-obyek tersebut dapat dipengaruhi oleh medan magentik dari piringan protoplanet.
Mencari Medan Magnetik di Komet
Komet, merupakan salah satu obyek yang diyakini masih menyimpan materi dari masa pembentukan Tata Surya. Karena itu, komet menjadi laboratorium alam sekaligus bukti penting dari jejak alam semesta. Dari komet inilah para astronom berharap akan memperoleh bukti apakah benda yang lebih besar akan tetap termagnetisasi. Tapi, mendeteksi medan magnetik pada komet bukan hal mudah. Apalagi jika dilakukan dengan metode terbang lintas yang jaraknya relatif jauh dari inti komet.
Kesempatan emas itu datang dalam misi Rosetta yang mendaratkan Philae di Komet 67P/Churyumov-Gerasimenk. Pendaratan pad akomet tentunya akan memberi kesempatan bagi Philae untuk mencari tahu keberadaan magnetik di inti komet. Untuk itu, Philae diperlengkapi dengan instrumen Rosetta Lander Magnetometer and Plasma Monitor (ROMAP) sedangkan Rosetta membawa magnetometer yang merupakan bagian dari Rosetta Plasma Consortium suite of sensors (RPC-MAG).
Akan tetapi, Philae tidak mendarat di Agilkia sesuai rencana awal. Bahkan pendaratan tersebut jauh dari rencana awal. Bukan pendaratan yang mulus bagi Philae melainkan pendaratan yang membuat Philae harus terpantul atau meloncat beberapa kali sebelum benar-benar mendarat di Abydos. Proses terpentalnya Philae menyebabkan Philae melakukan kontak 4 kali dengan permukaan komet sebelum mendarat. Dan ternyata ini merupakan keuntungan bagi tim saintis ROMAP!
Pendaratan yang tidak terencana itu justru menjadi keuntungan karena Philae berhasil mengumpulkan data untuk pengukuran medan magnetik dari 4 lokasi yang berbeda dari ketinggian yang juga berbeda-beda. Dengan demikian, para astronom bisa melakukan perbandingan pengukuran dari data ketika Philae menyentuh permukaan dan ketika ia terpantul dari permukaan. Hasil pengukuran ROMAP menunjukan kekuatan medan magnetik tidak bergantung pada ketinggian maupun lokasi Philae. Dan ini tidak konsisten dengan inti komet yang bertanggung jawab terhadap medan magentik di sana.
Menurut Hans-Ulrich, yang juga memimpin tim ROMAP, jika permukaan komet termagnetisasi makan akan ada peningkatan pada bacaan medan magnetik ketika Philae semakin dekat dengan permukaan. Tapi pada kenyataannya, tidak ada perubahan apapun dari lokasi yang dikunjungi Philae. Karena itu para peneliti kemudian menyimpulkan kalau Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko merupakan obyek non magnetik.
Medan magnetik yang diukur pada komet tersebut justru konsisten dengan medan magnetik yang ditimbulkan akibat pengaruh medan magnetik antar planet dari angin Matahari di area dekat inti komet. Simpulan ini diperkuat oleh fakta perbedaan medan magnetik yang diukur Philae ternyata memiliki kesamaan dengan yang dilihat Rosetta.
Ketika Philae mendarat, Rosetta berada pada ketinggian 17 km di atas permukaan. Selama proses pendaratan, Rosetta juga melakukan pengukuran medan magnetik dan menyediakan data pelengkap yang meniadakan anomali magnetik lokal pada materi di permukaan komet. Dan jika gumpalan besar materi di permukaan komet 67P/Churyumov-Gerasimenko termagnetisasi, ROMAP akan merekam perbedaan tambahan pada sinyal yang diperoleh saat Philae meloncat-loncat.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR