Nationalgeographic.co.id—Suara, salah satu hal terpenting bagi makhluk hidup untuk bisa berkomunikasi entah di darat, udara, maupun di laut. Tetapi anugerah yang dimiliki manusia, membuat perkembangan industri dan teknologi yang sangat pesat, membuat suara bising yang diciptakan berkonfrontasi dengan makhluk lain, khususnya biota laut.
Alam berkata lain, 2020 menjadi masa dimana manusia menghentikan sebagian besar aktivitasnya. Akibatnya, kebisingan yang kita ciptakan menghilang sejenak di laut.
Sejak 2015, International Quiet Ocean Experiment (IQOE) telah menaruh 231 hidrofon di lima benua. Laporan mereka yang berjudul Measuring Ambient Ocean Sound During the COVID-19 Pandemic mengabarkan temuan kesunyian itu. Mereka menyebut 2020 adalah tahun yang sunyi bagi lautan.
Halaman berikutnya...
"Sebagian besar studi tentang efek kebisingan laut dari sumber alam dan manusia menyiarkan sinyal akustik dan memantau efek jangka pendek yang dihasilkan pada kehidupan laut, atau mereka bekerja mundur dari efek yang diamati untuk menentukan sumber suara," tulis para peneliti yang dipimpin Peter L. Tyack dari Scottish Oceans Institute.
Pantauan mereka terus berlangsung hingga saat ini, agar dapat memastikan kondisi setelah pagebluk mereda bisa dibandingkan datanya. Cara ini adalah tantangan bagi mereka, sebab untuk menambah hidrofon sebagai data tambahan dan servis hidrofon, maupun bagian lain dari sistem pengamatan laut di beberapa lokasi, sulit dilakukan lantaran kondisi pagebluk itu sendiri.
"Pada 8 Februari 2021, kami telah mengidentifikasi 231 hidrofon yang dapat berkontribusi pada analisis global tentang efek pandemi pada suara laut. Sebagian besar yang diidentifikasi sejauh ini terletak di perairan Amerika Serikat dan Kanada, tetapi semakin banyak yang ditambahkan di tempat lain, terutama di perairan Eropa.
"Sementara itu, lebih banyak instrumentasi dan pengukuran akustik jelas dibutuhkan di belahan bumi selatan," lanjut mereka.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Berbentuk Plester, Solusi untuk Fobia Jarum Suntik
Tyack dan rekan-rekan menyampaikan, efek kebisingan laut disebabkan pembatasan perjalanan dan perlambatan ekonomi, khususnya aktivitas manusia di laut, yang terjadi secara global sebagai respon pagebluk. Selain itu juga pada 2020, mereka mencatat laju ekonomi yang membisingkan laut diperparah dengan perang harga minyak di beberapa negara.
Penurunan drastis kebisingan ini dapat diamati dari sedikitnya aktivitas pelayaran, pariwisata dan rekreasi, perikanan dan budidaya, eksplorasi dan ekstraksi energi, latihan angkatan laut dan penjagaan pantai, pembangunan di lepas pantai, serta pengerukan pelabuhan dan kanal.
Sementara, ada pula penelitian lain yang dilakukan di Selandia Baru yang dipimpin oleh Matthew K. Pine dari Department of Biology, University of Victoria, Kanada.
Dalam laporan yang diterbitkan di jurnal Global Change Biology, Selandia Baru sebagai salah satu negara pertama yang menerapkan lockdown ketat karena COVID-19, memiliki dampak baik bagi lingkungan laut.
Biasanya Taman Laut Teluk Hauraki menjadi jalur air pesisir tersibuk di negara itu, karena dilintasi oleh kapal yang salah satunya mengangkut wisatawan. Ketika lockdown berlaku pada 26 Maret 2020, tingkat kebisingan turun hampir tiga kali lipat dalam 12 jam pertama.
Baca Juga: Adakah Orang yang Secara Genetik Ditakdirkan Resisten COVID-19?
Hal ini membuat ikan dan lumba-lumba meningkat dalam jangkauan komunikasinya hingga 65 persen. Mereka juga mendata dari efek kebisingan kapal sepanjang hari pada jangkauan hewan laut di kawasan di dekat Auckland.
"Data baru ini menunjukkan bagaimana kebisingan dari kapal kecil dapat berdampak pada soundscape bawah air dan bagaimana hewan laut harus beradaptasi dengan polusi suara yang terus meningkat," tulis Pine dan tim.
Laporan lain di California, Amerika Serikat, juga mengungkap adanya penurunan kebisingan sekitar empat hingga lima dB pada frekuensi rendah sepanjang musim semi dan musim panas 2020.
Teluk Monterey di negara bagian itu biasanya merupakan kawasan yang ramai dalam lalu lintas laut. Dalam penelitian lain yang dikutip para peneliti, kawasan ini juga sempat mengalami penurunan kebisingan saat adanya resesi ekonomi yang pernah menimpa Amerika Serikat, sekitar tiga hingga lima dB.
Baca Juga: Teka-teki Kenapa Beberapa Orang Bisa 'Mendengar' Suara Orang Mati
"Penurunan kebisingan selama tahun 2020 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2018 dan 2019) terbukti tidak hanya dalam statistik tendensi sentral dan distribusi (rata-rata, persentil), tetapi juga persentase waktu di mana kebisingan yang relatif keras (>3 dB di atas rata-rata) untuk seluruh waktu catatan studi," tulis para peneliti di jurnal Frontiers. Penelitian itu dipimpin oleh John P. Ryan dari Monterey Bay Aquarium Research Institute, Amerika Serikat.
Mereka juga mengapresiasi penelitian yang dilakukan oleh Tyack dan tim yang masih berlangsung. Pemantauan efek suara di bawah laut menjadi kajian komprehensif untuk memahami perlindungan biota laut dalam aktivitas manusia di sekitarnya.
"Memajukan pemahaman kita ntentang lanskap suara laut adalah elemen petning dari penilaian ekosistem holistik dan mendorong kesehatan lautan," terang mereka.
Baca Juga: Kesunyian yang Dirindukan Hewan Laut Terganggu Karena Kebisingan Kita
Source | : | Wiley Online Library,Frontiersin.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR