Tepat pada 12 Mei, 17 tahun lalu di Grogol, Jakarta Barat, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembak dalam demonstrasi menuntut reformasi. Inilah profil mereka dan jejak rekam kasus penembakan tersebut:
Korban penembakan
Elang Mulia Lesmana, lahir 5 Juli 1978, anak kedua dari 3 bersaudara. Ia tercatat sebagai mahasiswa dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Arsitektur angkatan 1996. Elang ditembak di bagian dada kanan tembus ke punggung kiri saat berada di depan Gedung Sjarif Thajeb.
Hafidhin Royan adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil, kelahiran Bandung 28 September 1976. Dia ditembak di bagian belakang kepala ketika berada di depan pintu Gedung Sjarif Thajeb.
Hendriawan Sie adalah mahasiswa jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, angkatan 1996. Pemuda kelahiran 3 Mei 1978 itu adalah perantau asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Hendri adalah putra tunggal orang tuanya. Dia ditembak di bagian leher ketika berada di pintu keluar Usakti yang mengarah ke Jalan S Parman.
Heri Hartanto, merupakan mahasiswa jurusan Teknik Mesin Trisakti angkatan 1995. Dia ditembak di punggung ketika berada di dekat tiang bendera di depan Gedung Sjarif Thajeb.
Demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi berlangsung di berbagai kampus di Indonesia pada Mei 1998. (AP via BBC Indonesia)
!break!
Ilustrasi: Kerusuhan Mei 1998. (Arbain Rambey)
Jejak rekam proses hukum
6 Juni 1998: Pengadilan militer untuk kasus Trisakti dimulai di Mahkamah Militer 11-08 Jakarta dengan terdakwa Lettu Polisi Agustri Heryanto dan Letda Polisi Pariyo
31 Maret 1999: Enam terdakwa kasus Trisakti dihukum 2-10 bulan.
18 Juni 2001: Kasus penembakan terhadap empat mahasisiwa Universitas Trisakti kembali disidangkan di Mahkamah Militer II-08 Jakarta. Persidangan kali ini mengajukan sebelas orang anggota Brimob Polri
9 Juli 2001: Rapat paripurna DPR RI mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Surjoguritno. Isi laporan : 1. F-PDI P, F PDKB, F PKB (3 fraksi) menyatakan kasus Trisakti, Semanggi I dan II terjadi unsur pelanggaran HAM Berat. Sedangkan F- Golkar, F- TNI/Polri, F-PPP, F-PBB, F -Reformasi, F-KKI, F-PDU (7 fraksi) menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS.
30 Juli 2001: Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Trisakti Semanggi I dan II dibentuk oleh Komnas HAM
Januari 2002: Sembilan terdakwa kasus penembakan mahasiswa Trisakti di Pengadilan Militer dihukum 3-6 tahun penjara.
21 Maret 2002: KPP HAM Trisakti menyimpulkan 50 perwira TNI/Polri diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat.
11 Maret 2003: Kejaksaan Agung menolak melakukan penyidikan untuk kasus Trisakti Semanggi I dan II karena tidak mungkin mengadili kasus sebanyak 2 kali (prinsip ne bis in idem). Kejaksaan Agung menyatakan bahwa kasus penembakan mahasiswa Trisakti telah diadili di Pengadilan Militer 1999 sehingga Kejaksaan Agung tidak bisa mengajukan kasus yang sama ke pengadilan. Ketua Komnas HAM menyatakan bahwa prinsip ne bis in idem tidak bisa diberlakukan karena para terdakwa yang diadili di pengadilan militer adalah pelaku lapangan, sementara pelaku utamanya belum diadili.
30 Juni 2005: Komisi Hukum dan HAM DPR merekomendasikan kepada pimpinan DPR RI agar kasus Trisakti Semanggi I dan II dibuka kembali. Putusan terhadap hal ini akan dinyatakan dalam rapat paripurna DPR RI, 5 Juli 2005. Dukungan juga datang dari Fraksi-fraksi di DPR, yaitu F PKS, F PDIP dan F PDS.
6 Juli 2005: Rapat Pimpinan DPR gagal mengagendakan pencabutan rekomendasi Pansus DPR 2001 yang menyatakan kasus TSS bukan pelanggaran HAM berat. Padahal beberapa hari sebelumnya tingkat Komisi III DPR telah bersepakat untuk membatalkan rekomendasi tersebut
5 Maret 2007: Rapat Tripartit antara Komnas HAM, Komisi III dan Kejaksaan Agung RI. Dalam rapat ini Kejaksaan Agung tetap bersikukuh tidak akan melakukan penyidikan sebelum terbentuk pengadilan HAM ad hoc. Selain itu, Komisi III juga memutuskan pembentukan Panitia Khusus (PANSUS) orang hilang.
13 Maret 2007: Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI memutuskan tidak akan mengagendakan persoalan penyelesaian tragedi TSS ke Rapat Paripurna pada 20 Maret nanti. Artinya, penyelesaian kasus TSS akan tertutup dengan sendirinya dan kembali ke rekomendasi Pansus sebelumnya.
April 2015: Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan pemerintah akan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, termasuk kasus penembakan 12 Mei 1998. Komisi itu terdiri dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kejaksaan Agung; Kepolisian Negara RI, Tentara Nasional Indonesia; Badan Intelijen Negara; serta Komnas HAM.
PROMOTED CONTENT
REKOMENDASI HARI INI
Kota Metropolitan Jalur Sutra Ditemukan di Pegunungan Uzbekistan
KOMENTAR