Status Batur Geopark sebagai bagian dari Global Geoparks Network (GGN) yang ditetapkan oleh badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni UNESCO, kini sedang terancam.
Satu-satunya geopark di Indonesia yang diakui oleh PBB itu harus secepatnya berbenah agar posisinya dalam GGN bisa dipertahankan saat UNESCO melakukan penilaian ulang (re-assessment), 20 September 2015 nanti.
Diketahui, saat ini empat dari 31 geosite penting di Batur Geopark mengalami kerusakan parah akibat ulah manusia berupa kegiatan penambangan batuan dan pasir secara massif di kawasan itu.
Kerusakan tersebut bakal menjadi catatan buruk bagi lembaga pengelola Batur Geopark. Sehingga saat re-assessment nanti bisa saja berdampak pada dicoretnya Batur Geopark dalam daftar GNN.
Geosite adalah tempat yang memiliki jejak rekaman penting tentang sejarah bumi.
"Ada beberapa geosite yang sudah hancur di Batur Geopark, tepatnya di area selatan atau Lava 88. Itu terjadi akibat aktivitas penambangan pasir dan bebatuan. Jika rusak karena faktor alam masih bisa dipahami. Namun, ini rusak karena ulah manusia," jelas Dr Yunus Kusumahbrata, Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Revitalisasi Museum Kegeologian dan Pengembangan Geopark Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dalam sebuah diskusi tentang nasib Batur Geopark pekan lalu di Kuta, Badung, Bali.
Geosite memang benda-benda mati karena sebagian besar berupa bebatuan cadas dan pasir. Namun, menurut Yunus, batu-batuan itu sebenarnya \'mampu berbicara\'.
Batu-batuan itu bisa menjelaskan fenomena perkembangan kebumian (geologi), lingkungan alam, manusia (dan makhluk hidup lainnya) beserta budayanya di kawasan Batur sejak zaman purba hingga kini.
!break!Dengan rusaknya geosite, maka ada cerita yang terputus (missing story).
Disamping untuk kepentingan ilmu pengetahuan, keberadaan geosite di dalam kawasan Batur Geopark itu juga penting untuk pengembangan model konservasi atau pelestarian alam secara berkelanjutan.
Geosite juga memiliki nilai ekonomi sebagai obyek wisata alam yang unik (geotourism).
"Oleh karena itu, pencoretan juga akan bisa berimbas pada makin sulitnya mengangkat taman wisata alam di sana sebagai potensi pariwisata yang sesungguhnya besar jika dikelola dengan baik. Selain itu, jika pencoretan akhirnya benar-benar terjadi, itu menunjukkan kalahnya upaya konservasi lingkungan dan warisan kebumian oleh ulah manusia," jelas Yunus.
Inisiatif melakukan pengembangan Batur Geopark berasal dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf), dan dimulai pada 2009.
Setelah melalui proses selama 3 tahun, 20 September 2012 UNESCO menetapkan Batur Geopark sebagai anggota Global Geoparks Network pada 20 September 2012 di Paris, Prancis.
Namanya pun bertambah satu kata menjadi Batur Global Geopark.
Sesuai standar, setiap empat tahun sekali UNESCO akan melakukan peninjauan kembali status sebagai anggota GGN.
Untuk Batur Global Geopark, proses re-assessment itu akan dilakukan mulai 20 September nanti.
Apabila catatan-catatan buruk yang diberikan UNESCO nanti tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan, maka pada tahun 2016 Batur Geopark bakal bisa terlempar dari anggota GGN.
Kalau sampai Batur Geopark dikeluarkan oleh UNESCO dari daftar GGN, maka keuntungan-keuntungan berupa promosi secara internasional tanpa biaya besar, akan lepas.
Selain itu, pencoretan akan lebih mempersulit upaya menarik minat investor pariwisata untuk masuk Batur Geopark karena merosotnya kepercayaan terhadap pengelolaan geopark itu oleh pemerintah.
Padahal, selama ini obyek-obyek wisata di Bali utara (dimana Batur Geopark termasuk di dalamnya) lebih sulit menjualnya dibandingkan dengan obyek-obyek wisata di Bali selatan.
"Memang selama ini tidak ada kucuran dana dari UNESCO terkait pengakuan Batur Geopark ke dalam Global Geoparks Network," kata Yunus.
Kabarnya Bappenas merencanakan anggaran sekitar Rp 10 miliar untuk pemberdayaan masyarakat di kawasan geopark, namun belum diketahui pasti realisasi pengucuran dana itu.
Yang tidak kalah penting, sambung Yunus, pencoretan itu juga akan mencoreng muka Indonesia, karena dianggap gagal menjunjung komitmen program perlindungan terhadap warisan bumi.
"Upaya yang sedang kita lakukan untuk mengusulkan masuknya geopark-geopark lainnya di Indonesia sebagai bagian dari GNN tentu bakal makin sulit. UNESCO pasti akan menilai, mengurus satu geopark saja tidak becus, apalagi lebih dari satu," ungkap Yunus.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR