Semula seperti penerbangan biasa bagi Tahera Ahmad, perwakilan komunitas Muslim di Universitas Northwestern, Chicago, Amerika Serikat. Perempuan berkerudung ini duduk anteng dalam penerbangan United Airlines di ketinggian 30.000 kaki dari atas tanah. Namun, ketenangan Tahera terusik oleh insiden yang menyinggung keyakinannya.
Dilansir dari The Guardian, Senin (1/6), peristiwa ini bermula saat pramugari pesawat menawarkan minuman kepada penumpang. Saat gilirannya tiba, Tahera meminta sekaleng diet cola. Pramugari itu pun kemudian memberikannya sekaleng minuman yang diminta, tapi dengan tutup yang sudah dibuka.
Tahera kemudian meminta minuman dalam kaleng baru yang tutupnya belum dibuka, dengan alasan menjaga minuman tetap higienis. Tapi pramugari United Airlines menolak permintaan Tahera.
"Ya maaf. Saya tidak bisa memberikan kaleng yang belum dibuka untuk Anda," tutur pramugari itu, seperti yang dikisahkan Tahera Ahmad di halaman Facebook miliknya.
Namun saat pria yang duduk di samping Tahera meminta bir kaleng, pramugari itu memberikan kaleng dengan tutup yang belum dibuka. Merasa mendapat perlakuan tidak adil, Tahera pun bertanya. Tapi pramugari itu kemudian memberikan jawaban yang dianggap Tahera tidak sopan, bahkan menyinggung keyakinannya.
"Kami tidak diberi izin untuk memberikan kaleng yang belum dibuka karena itu bisa dijadikan senjata," ucap pramugari itu.
Saat itulah Tahera Ahmad sadar bahwa dia menjadi korban diskriminasi. Apalagi, pria yang duduk di sampingnya bisa mendapatkan bir dengan kaleng yang belum dibuka. Tahera lalu mengatakan kepada pramugari itu bahwa yang dilakukannya adalah bentuk diskriminasi.
Namun, menurut Tahera, pramugari itu kemudian berperilaku tidak sopan. Diet cola dalam kaleng baru diambil pramugari itu, dan dibuka di hadapan Tahera. Kali ini, disertai ucapan kasar dari pramugari tersebut. "Ini (saya buka), jadi Anda tidak bisa menjadikannya sebagai senjata," ucap pramugari itu.
Tahera Ahmad yang semakin yakin mendapat perlakuan diskriminasi pun kemudian bertanya ke penumpang lain, apakah mereka juga menilai perilaku pramugari itu sebagai bentuk diskriminasi. Kali ini Tahera semakin merasa dipojokkan, sebab penumpang lain malah semakin menegaskan diskriminasi tersebut.
"Kamu Muslim. Jadi lebih baik diam," ucap seorang pria di lorong jalan di seberang tempat Tahera duduk, dengan kata-kata kasar.
Tidak hanya itu, pria itu bahkan kemudian berdiri dan membentak saat Tahera memberikan respon tidak percaya atas ucapan kasar itu. "Iya, kamu tahu kamu bisa menggunakan itu sebagai senjata. Jadi lebih baik diam!" ucap pria itu dengan kata-kata kasar yang sama.
Sontak Tahera Ahmad sadar bahwa dia menjadi korban islamophobia, kebencian dan prasangka terhadap Muslim, yang semakin berkembang di Amerika Serikat pasca-kejadian runtuhnya menara kembar World Trade Center pada 11 September 2001. Bukan hanya karena tidak ada yang membelanya saat itu. Tapi sebagian besar penumpang dianggap Tahera Ahmad memberikan persetujuan atas perilaku pramugari dan pria yang berteriak kasar itu. Tahera Ahmad pun hanya bisa diam dan menangis di bangku pesawat.
United Airlines minta maaf
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR