Gelombang panas yang menerpa India minggu lalu memang membuat heboh. Pasalnya, suhu mencapai 50 celcius, menewaskan sekitar 1800 orang akibat dehidrasi. Di New Delhi, aspal jalanan meleleh. Di wilayah Andhra Pradesh, suhu bisa naik hingga tujuh derajat celcius dari suhu udara normal.
Seorang ahli penyakit dalam Aftab Ahmad dari Apollo Health City, menjelaskan bahwa faktor utama yang menyebabkan angka kematian akibat kepanasan ini begitu tinggi dikarenakan adanya aklimatisasi tiba-tiba, sehingga mengganggu mekanisme tubuh.
Tubuh memiliki respon alami untuk menetralisir panas, yakni dengan mengeluarkan energi panas dari dalam tubuh. Energi panas itu ditransfer ke permukaan kulit, lalu dikonveksikan ke udara. Udara panas akan menyulitkan proses konveksi panas dari permukaan tubuh ke lingkungan luar, bahkan menyebabkan panas dari udara itu kembali dialirkan ke dalam tubuh. Jika sudah demikian, menurut Claude Piantadosi, seorang ahli fisiologis lingkungan di North Carolina, tubuh akan melakukan mekanisme pendinginan kedua: berkeringat.
Berkeringat membuat suhu tubuh normal dengan membawa panas keluar. Tapi jika tingkat kelembaban udara tinggi, proses berkeringat terganggu. “Udara yang panas dengan tingkat kelembaban tinggi memang mematikan,” jelas Piantadosi.
Tubuh seseorang harus punya cukup cairan untuk melakukan proses berkeringat. Jika tidak, terjadi dehidrasi. Kombinasi panas tinggi dan kekurangan cairan tubuh adalah penyebab utama kerusakan organ tubuh. Panas tubuh meningkat, aliran darah tersendat, kerja ginjal melemah. Jika demikian, jantung akan bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh badan. Dehidrasi parah juga menyebabkan aliran darah menuju otak tersendat, menjadi penyebab mengapa kebanyakan orang yang menderita dehidrasi payah untuk berpikir, atau membuat keputusan yang membahayakan keselamatan diri.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR