Pendaki asal Australia terjebak di Gunung Kinabalu Malaysia bersama lebih dari 100 orang pendaki lainnya ketika gempa bumi 6 skala richter mengguncang kawasan itu, Jumat (5/6). Mereka berada di puncak gunung itu selama sembilan jam tanpa bantuan tim Search and Rescue (SAR). Mereka mengeluhkan buruknya kinerja tim SAR setempat dalam menolong korban.
Pendaki Australia tersebut, Vee Jin Dumlao, bersama yang lain memutuskan untuk turun dari gunung sendiri tanpa menunggu tim SAR. Namun, mereka terperangkap dalam cuaca buruk sehingga rencana tersebut batal dilakukan.
"Kami baru saja menyelesaikan pendakian ke puncak, dan kami berencana segera turun. Ketika tengah berfoto, kami mendengar suara ledakan keras dan merasa tanah bergetar," kisah Dumlao, seorang psikolog klinis, kepada ABC.
Meskipun awalnya tenang, tetapi Dumlao mulai panik ketika kelompok itu mendapat informasi bahwa gempa telah menghancurkan rute mereka untuk pulang.
"Ketika tim pemandu kembali setelah mengisi air botol minum, mereka mendapat kabar kalau telah terjadi longsor parah dan rute jalan pulang telah hancur dan upaya penyelamatan belum dapat dipastikan," tutur Dumlao.
Menteri Pariwisata Sabah, Masidi Manjun, mengatakan bahwa tim penyelamat berhasil mengevakuasi 137 pendaki, termasuk dua orang asal Australia.
"Tim forensik dari Kepolisian Sabah telah tiba untuk membantu mereka," kata Masidi dalam akun Twitter-nya.
Namun klaim ini dibantah oleh Dumlao. Ia menyebut klaim itu sebagai lelucon. Menurut Dumlao, para pendaki harus menunggu bantuan selama sembilan jam di tengah cuaca buruk.
"Kabut pekat menjadi penghalang utama mengapa upaya evakuasi para pendaki di pagi hari sempat tertunda, namun cuaca di puncak Kinabalu kembali cerah pada sore harinya," kata Dumlao kepada ABC.
Meski cuaca sudah kembali cerah, para pendaki dan pemandu diberitahukan oleh pejabat setempat bahwa upaya evakuasi mereka baru bisa dilakukan besok pagi.
"Padahal kami para pendaki yang terjebak tidak memiliki perlengkapan untuk menginap, dan itu lokasi yang terbuka tidak ada tempat untuk berteduh, dan mengingat kawasan itu rawan longsor, maka resiko yang kami hadapi semakin parah," kata Dumlao.
"Banyak pendaki mulai mengalami hipotermia, karena cuaca sangat dingin dan mulai turun hujan ditambah lagi kami belum makan sejak siang hari," katanya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR