Nationalgeographic.co.id—Kesuksesan film animasi Ne Zha 2 yang meraup lebih dari AS$1 miliar di Tiongkok dalam waktu singkat membuktikan betapa populernya sosok dewa prajurit berwajah bayi ini.
Namun, popularitas Ne Zha jauh melampaui layar lebar abad ke-21. Kisah-kisahnya tentang keberanian melawan naga, pengejaran balas dendam terhadap ayahnya, dan kolaborasinya dengan Raja Kera telah memikat banyak generasi.
Tahukah Anda bahwa nama yang kini begitu melekat dalam mitologi Tiongkok ini sebenarnya memiliki akar yang jauh lebih kuno? Jejak asal usul Ne Zha melintasi waktu dan budaya melibatkan perpaduan kepercayaan Buddha, Taoisme, dan unsur-unsur agama rakyat Tiongkok.
Lantas, siapakah sebenarnya Ne Zha dalam mitologi Tiongkok, dan bagaimana ia bisa memiliki akar dari bahasa Sanskerta?
Prajurit Berwajah Bayi
Dalam mitologi Tiongkok, seperti dilansir China Global Television Network, Ne Zha merupakan dewa prajurit berwajah bayi yang memiliki tempat yang unik dan menarik. Terbukti dari berbagai kisah tentang dirinya, mulai dari mengalahkan naga hingga bekerja sama dengan Raja Kera.
Popularitasnya tidak hanya terbatas pada legenda kuno, tetapi juga merambah ke abad ke-21, di mana ia mencatatkan rekor baru berkat film blockbuster animasi, Ne Zha 2, yang menjadi film terlaris sepanjang masa di Tiongkok dengan pendapatan lebih dari AS$1 miliar hanya dalam dua minggu setelah perilisannya.
Kisah pendewasaan Ne Zha ini diadaptasi secara bebas dari novel abad ke-17 berjudul Feng-shen yan-yi. Namun, sebelum kemunculannya di layar lebar, karakter Ne Zha telah mengalami evolusi selama berabad-abad, bermula dari dewa Buddha yang garang hingga menjadi remaja belajar menjadi dewa Tao, mencerminkan sejarah perkembangan filsafat dan agama di Tiongkok.
Awalnya, nama Ne Zha bukanlah berasal dari Tiongkok, melainkan merupakan transkripsi Tionghoa yang disingkat dari kata Sanskerta, Nalakuvara, seorang tokoh mitologi India yang muncul dalam epik Hindu seperti Ramayana dan literatur Buddha.
Sejak abad keenam, agama Buddha mulai menyebar dengan pesat di seluruh Tiongkok, mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Tang (618-907). Pada periode inilah, perjalanan Nalakuvara di Tiongkok dimulai melalui karya para penerjemah sutra awal.
Salah satu teks awal yang masih ada yang mencantumkan nama "Ne Zha" dalam bentuk transkripsi Tionghoa adalah karya Amoghavajra (704/5-774), seorang biksu terkemuka dan penerjemah yang produktif.
Baca Juga: Kisah Da Yu Sang Pengendali Air dalam Mitologi Tiongkok, Apakah Nyata?
'Telan' Pemotor di Seoul, Ini Pengertian, Penyebab, Jenis, dan Lokasi Rawan Sinkhole
KOMENTAR