Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi rakyat Tiongkok, Yu Shi dipercaya sebagai dewa hujan. Konon dengan meneteskan air dari kendi tembikarnya, maka hujan akan turun ke bumi.
Menariknya, ia berbeda dengan dewa-dewa Tiongkok pada umumnya. Alih-alih berwujud pria yang mulia atau berbudi luhur, Yu Shi digambarkan seperti binatang dan memiliki ular yang tumbuh dari tubuhnya.
Menurut Mike Greenberg, dilansir dari laman Mythology Source, penggambaran tersebut adalah salah satu dari sekian banyak petunjuk yang menunjukkan bahwa Yu Shi adalah dewa kuno yang kemungkinan besar mendahului Taoisme di Tiongkok.
“Meskipun Yu Shi diakui oleh banyak penganut Taoisme dan pengikut kepercayaan sinkretis lainnya di Tiongkok, dia tidak terkait erat dengan budaya mayoritas Tiongkok,” jelas Mike. Sebaliknya, “dia adalah dewa yang paling banyak disembah oleh etnis minoritas di Tiongkok modern.”
Bagaimana Yu Shi Mitologi Tiongkok Membuat Hujan Turun
Dalam sebagian besar cerita, Yu Shi membawa bejana tembikar, biasanya ditafsirkan sebagai kendi, yang penuh dengan air. Ketika dia memercikkan setetes air dari kendi ini, hujan akan turun dari langit.
Yu Shi memiliki hubungan yang erat dengan dewa lain. Dia adalah Chisongzi, atau Chi Songzi. Di sisi lain, dalam versi yang berbeda, Yu Shi dan Chisongzi adalah individu yang sama.
Yu Shi juga terkait erat dengan Feng Bo, yang juga dikenal sebagai Feng Shi atau Feng Popo, dewa angin barat. Ketika keduanya muncul bersama, mereka membawa badai yang kuat, bukannya hujan atau angin yang lembut.
Mereka melakukannya dalam kisah legenda Yu Shi yang paling terkenal. Menurut cerita kuno, mereka berdua bergabung untuk mengalahkan Huangdi, Kaisar Kuning.
Merujuk Han Feizi, sebuah teks filosofis dan politik dari pertengahan abad ke-3 SM, hidup seorang raja pada masa Lima Kaisar, Chi You. Dia memimpin Sembilan suku Li melawan Kaisar Kuning dalam Pertempuran Zhuolo yang berlangsung selama sepuluh tahun.
Selama pertempuran, Chi You memanggil kabut kuning tebal untuk menutupi medan perang. Hal ini membuat pasukan Kaisar Kuning menjadi tersesat dan bingung dalam kabut tersebut. Mereka nyaris kalah.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR