Dalam teks tersebut, Ne Zha digambarkan sebagai dewa pelindung bersenjata dan menakutkan bagi kepercayaan Buddha dan para pengikutnya, serta cucu dari Vessavaṇa, salah satu dari Empat Raja Surgawi dalam agama Buddha.
Integrasi Ne Zha ke dalam Mitologi Tiongkok
Seiring berjalannya waktu, kepercayaan asing dan lokal mulai berinteraksi. Ketika terjemahan kata-kata mengalami kesulitan dalam pemahaman, konsep Taoisme dan Konfusianisme yang telah ada sebelumnya berperan penting dalam menjembatani pemahaman atau bahkan menciptakan interpretasi baru.
Interaksi ini membawa agama Buddha ke jalur spiritual yang berbeda di Tiongkok, memunculkan berbagai aliran baru dan menginspirasi genre sastra baru.
Beberapa kisah terjemahan ditulis ulang menjadi cerita pendek semi-vernakular yang disampaikan secara lisan, yang kemungkinan besar memperkaya legenda Ne Zha dengan detail-detail baru yang tidak terdapat dalam teks aslinya.
Bahkan, koleksi perumpamaan dari abad kesembilan mencatat petualangan lokal Ne Zha dalam melindungi seorang biksu Tionghoa yang saleh dari kecelakaan di tengah malam.
Mengenai perubahan Ne Zha dari dewa dewasa menjadi dewa anak-anak, tidak ada jawaban pasti mengenai waktu dan alasannya. Beberapa sarjana berpendapat bahwa dewa Hindu Krishna mungkin menjadi model potensial, mengingat adanya kesamaan naratif seperti membunuh iblis dan melakukan mukjizat di usia muda.
Krishna sendiri dikenal di Tiongkok pada saat popularitas Ne Zha mulai meningkat, dibuktikan dengan penemuan relief batu bergaya India Selatan di kota pelabuhan Quanzhou yang berasal dari abad ke-13, yang menggambarkan kisah Krishna membebaskan Nalakuvara dari kutukan.
Meskipun masa keemasan agama Buddha memudar setelah Dinasti Tang, kisah-kisah populer dan penceritaan lisan terus berkembang, dan kemungkinan besar para pendongeng keliling berperan besar dalam mempertahankan popularitas Ne Zha.
Kebangkitan Ne Zha di Era Modern
Sejak abad ke-16, para sastrawan mulai mengumpulkan kembali kisah-kisah Ne Zha dari berbagai dinasti sebelumnya dan menyusunnya menjadi narasi yang lebih panjang dan koheren, yang kemudian menghasilkan novel-novel lengkap yang mencerminkan lanskap filosofis dan religius pada masa itu.
Baca Juga: Yu Shi, Dewa Hujan Kuno Mitologi Tiongkok yang Jarang Dikenal
KOMENTAR