Kebiasaan merokok bisa memicu karies yang menyebabkan gigi berlubang. Prevalensi karies gigi meningkat seiring bertambahnya intensitas merokok. Untuk itu, perlu upaya pencegahan untuk menekan beban kesehatan dan ekonomi akibat merokok, termasuk mengaksesi konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau.
Wasis Sumartono memaparkan hal itu saat mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka promosi doktor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Sabtu (25/7), di Depok, Jawa Barat. Dalam sidang yang dipimpin Prof Anhari Achadi itu, Wasis mendapat yudisium sangat memuaskan dan menjadi doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat ke-143 atau doktor FKM UI ke-184.
Wasis memakai data populasi 34.534 pria berusia 45-54 tahun pada Riset Kesehatan Dasar 2007 sebagai sumber data. Ia memakai indeks Brinkman untuk mengukur tingkat konsumsi rokok (mengalikan rata-rata jumlah rokok diisap per hari dengan lama merokok setiap hari dalam setahun). Perokok berat punya indeks Brinkman sama atau lebih besar daripada 400.
Hasil riset Wasis menunjukkan, prevalensi karies gigi parah pada populasi yang tak pernah merokok 24,9 persen, perokok ringan 32,5 persen, dan perokok berat 38,7 persen. Prevalensi karies gigi parah meningkat bersamaan dengan meningkatnya intensitas merokok.
Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut tertinggi prevalensinya. Di Indonesia, karies gigi menjadi masalah terbesar di antara penyakit-penyakit gigi dan mulut dengan prevalensi 85-99 persen pada 2007. Secara ekonomi, karies gigi parah menguras biaya berobat.
Maka dari itu, pemerintah perlu mengutamakan pencegahan penyakit terkait merokok, seperti karies gigi. Karena merokok juga menyebabkan penyakit tak menular, pemerintah diminta mengaksesi konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau.
Wasis mengatakan, asap rokok merusak fungsi protektif saliva dalam melawan karies gigi. Saliva perokok punya kemampuan menetralkan keasaman lebih rendah dibandingkan dengan saliva bukan perokok sehingga meningkatkan risiko karies gigi.
Lingkungan mulut dengan kondensat asap rokok menyuburkan komposisi bakteri yang didominasi bakteri kariogenik. Hal itu juga meningkatkan risiko perokok mengalami karies gigi.
Merokok dalam jangka panjang mengurangi laju aliran saliva dan meningkatkan gangguan mulut dan gigi seperti mulut kering, gingivitis, dan gigi goyang.
Promotor Wasis, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI Hasbullah Thabrany menyatakan, merokok menjadi beban kesehatan dan ekonomi negara. Pengeluaran keluarga miskin untuk makanan pokok dan rokok lebih besar daripada untuk gizi keluarga, pendidikan, dan kesehatan. "Uang Rp 300 triliun dibakar perokok tiap tahun," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR