Kota telah menjadi titik penting dalam perkembangan budaya manusia (Hoyt, 1962).
Perkembangan pesat kota di Indonesia dalam satu dekade terakhir membuat persoalan yang dihadapi pun semakin kompleks. Semakin kota itu tanggap, cepat, dan tepat mengelola potensi dan mengatasi persoalan, maka kenyamanan, keamanan, dan kebudayaannya akan berkembang. Tingkatan kecerdasan itulah yang coba diprotret dengan seperangkat metode yang disesuaikan.
Peradaban manusia yang berkembang pesat mendorong kota menjadi pusat modal, baik dari sumber daya manusia, sosial, dan lingkungan hasil rekayasa. Dengan kekuatan ini, fungsi kota pun meluas. Bukan hanya penting bagi kehidupan warganya, kota juga memiliki peranan yang besar dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.
Ketersediaan beragam layanan publik, lapangan pekerjaan yang lebih banyak, dan fasilitas hiburan membawa dampak pula. Daya dukung lingkungan menurun bersamaan dengan kenaikan pencemaran air dan udara, banjir, serta penurunan muka tanah. Masalah sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kriminalitas, juga ikut meningkat.
Situasi ini menjadi tantangan untuk mencari cara yang cerdas untuk memecahkan masalah perkotaan. Diperlukan solusi untuk mendukung kehidupan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup manusia di pusat peradaban.
Di Indonesia sebenarnya muncul beberapa evaluasi dan penilaian aplikasi kota cerdas. Namun, penilaian itu masih bersifat parsial. Harian Kompas bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama menyusun Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 yang diluncurkan pada 24 Maret 2015. Dua institusi ini berkolaborasi melakukan penilaian dan melakukan pemeringkatan penilaian tingkat kematangan kota terkait implementasi kota cerdas.
Dari 98 kota di negeri ini, hanya 93 yang diikutkan dalam pemeringkatan. Lima kota di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta tidak diperhitungkan karena statusnya yang berbeda, yakni sebagai kota administratif atau bukan kota otonom.
Kota itu dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah penduduk. Pertama, kelompok kota besar yang berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa, yaitu 10 kota. Kedua, adalah 40 kota berskala menengah dengan penduduk berjumlah lebih dari 200.000 hingga 1 juta jiwa. Kelompok kota terakhir adalah 43 kota kecil yang ditinggali oleh maksimal 200.000 jiwa.
!break!Banyak aspek
Pada penyusunan IKCI 2015 ini, banyak variabel yang dipertimbangkan. Konsep yang penting bagi perkotaan di Indonesia dimasukkan. Secara umum, ada tiga aspek utama yang dijadikan dasar penilaian, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kota yang dianggap telah menerapkan konsep cerdas berarti bisa memenuhi kebutuhan dan memecahkan persoalan warga di bidang perekonomian, sosial, dan juga lingkungan.
Kota cerdas ekonomi jika kota itu mampu menggali potensi dan mengatasi masalah ekonomi dengan cerdas. Kota yang ditopang pusat bisnis dan industri mampu berkembang dengan memaksimalkan sumber daya alam yang terbatas, termasuk air dan lahan. Selain itu, pendidikan adalah kunci untuk mencetak manusia berkualitas yang mampu menjadi aset dan aktor utama penggerak ekonomi.
Cerdas sosial jika kota itu mampu memberdayakan serta memberikan kenyamanan dan keamanan bagi warganya. Warga juga mendapatkan layanan kesehatan, transportasi, dan layanan publik lain yang layak. Di samping itu, warga juga bisa berkomunikasi, baik secara konvensional atau lewat media sosial, serta memberi masukan kepada pemerintah. Indikator yang digunakan adalah variabel yang terkait dengan keamanan, bencana dan kriminalitas, kesehatan, transportasi, layanan publik, dan aktivitas sosial digital.
Pengelolaan lingkungan yang cerdas dapat digambarkan sebagai kota yang bisa menyediakan hunian yang sehat, pengelolaan energi dengan prinsip hemat, dan kesesuaian tata ruang. Indikator yang digunakan adalah variabel terkait penggunaan dan penghematan energi. Untuk melihat solusi di bidang tata ruang, digunakan pengamatan kesesuaian tata ruang, ketersediaan ruang terbuka hijau, dan ada atau tidak lingkungan kumuh.
Selain ketiga aspek itu, aspek pengungkit (enabler) juga dipertimbangkan. Faktor teknologi informasi dan komunikasi, tata kelola pemerintahan, dan sumber daya manusia pemerintah dianggap mampu berfungsi sebagai pendorong munculnya aneka solusi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
!break!Calon Unggulan
Pada tahap pertama, data sekunder dari 93 kota dikumpulkan. Sumber data adalah dari Badan Pusat Statistik dan pemerintah kota dengan mengunggahnya di situs yang disediakan.
Data yang terkumpul lalu diberi bobot. Nilai bobot diperoleh dari pendapat 15 akademisi dan profesional yang terkait dengan kota cerdas. Isu strategis nasional dimasukkan dalam pertimbangan penyusunan bobot. Kumpulan nilai pendapat ini yang kemudian diolah dengan metode Analytical Hierarchy Process.
Dari pengolahan itu, diperoleh 15 kota calon unggulan, yakni 5 kota besar, 5 kota sedang, dan 5 kota kecil. Selanjutnya, data dari kota tersebut dilengkapi dengan penilaian masyarakat melalui survei tatap muka. Survei dilakukan Litbang Kompas terhadap 6.000 responden melibatkan 755 tenaga lapangan.
Selain itu, verifikasi data sekunder di lapangan juga dilakukan tim pemeriksaan data. Tim ini lebih menitikberatkan pada aspek pengungkit, seperti teknologi informasi dan komunikasi. Setelah itu semua data dikumpulkan, pengolahan terhadap semua aspek dilakukan. Dari hasil pengolahan, didapatkan nilai indeks kota cerdas. Dari nilai indeks inilah diperoleh peringkat kota cerdas.
Pengolahan tahap selanjutnya adalah menentukan tingkatan kota yang dicapai berdasarkan pertimbangan sejauh mana konsep kota cerdas diterapkan di kota itu. Pengukuran dan kajian yang dikerjakan tim ITB ini dapat digunakan sebagai pijakan untuk menuju tingkatan yang lebih tinggi.
Ada lima tingkatan pencapaian penerapan kota cerdas. Tingkat pertama atau dasar adalah belum adanya inisiatif apa pun dari kota untuk menerapkan konsep kota cerdas. Tingkat dua adalah kota sudah memiliki inisiatif menerapkan konsep kota cerdas meskipun masih bersifat parsial.
Selanjutnya tingkat ketiga, yakni kota sudah menerapkan konsep kota cerdas secara intensif. Tingkat keempat adalah beberapa komponen kota cerdas yang ada di kota tersebut mulai terintegrasi. Tingkatan kelima atau tertinggi tercapai jika komponen kota cerdas sudah semakin terintegrasi dan diterapkan di banyak instansi di kota tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR