Di ruang yang dilengkapi pengatur udara di lantai tiga Balai Kota Pekanbaru, Apriyani memandang bayinya yang berusia empat bulan, tidur nyenyak.
Perempuan berusia 35 tahun ini adalah satu dari empat ibu yang mengungsi di tempat perawatan bayi darurat yang disediakan pemerintah kota Pekanbaru. Ini merupakan upaya melindungi bayi dari asap beracun akibat kebakaran lahan dan hutan yang sudah terjadi sejak berbulan-bulan.
"Di sini bayi saya bebas dari asap. Tidak seperti di rumah," kata Apriyani.
\'Sewaktu kami tinggal di rumah, bayi saya ini batuk terus. Kalau di sini, ruangannya tertutup, dan ada pemurni udara.
Pencemaran udara di Pekanbaru tercatat pada angka 1000 Indeks Standar Pencemar (PSI). Padahal 100 PSI saja sudah digolongkan tak sehat, dan kalau lebih dari 300 sudah dianggap berbahaya.
"Bayi lah yang paling menderita. Bayi sama ini tak hentinya batuk-batuk"
Di sana ada tempat-tempat tidur bayi yang disewa, dan tabung oksigen, tapi Afriyani mengatakan ia tak ingin tinggal di sana lama-lama.
"Maunya, pemerintah bekerja lebih keras untuk menghilangkan asap, agar anak-anak kami tidak kesusahan bernafas tiap waktu. Karena kan jelek untuk kesehatan mereka, kan?
Dr Helda Suryani, kepala dinas kesehatan di Pekanbaru mengatakan, tempat penampungan itu diperuntukkan terutama bagi keluarga-keluarga miskin yang rentan.
"Orang kaya memiliki AC sendiri, dan bisa mencari sendiri tempat yang lebih aman. Sedangkan tempat ini bagi mereka yang rumahnya kami lihat setiap harinya dipenuhi asap yang berbahaya.
Ketika ditanya mengapa sesudah begitu lama pemerintah baru menyediakan tempat penampungan ini, ia tertawa kecut.
"Mengapa begitu lama? Kami sudah berdoa meminta hujan, dan waktu tentara datang membantu, udara lebih bersih selama dua hari. Tapi sekarang begini lagi. Jadi akan begini terus."
Adapun bagi Desi, penampungan ini terlalu terlambat. Ibu muda ini duduk bersama anaknya yang berusia satu tahun di Rumah Sakit Santa Maria. Ia didiagnosa terserang infeksi paru-paru.
"Saya menjaga anak saya di dalam ruangan sepanjang waktu. Kami tidak ke mana-mana karena asap ini, tapi tetap saja anak saya kena radang paru-paru."
"Kenapa pemerintah tak berbuat apa-apa?" tanyanya
"Apakah pemerintah menunggu anak-anak kami mati karena asap?"
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR