Begitu menjejakkan kaki di pesisir pantai Kepulauan Tanakeke sore itu, tampak puluhan warga berbaur dengan pengunjung. Mereka larut dalam sukacita perlombaan sebagai rangkaian peringatan HUT ke- 70 RI. Ada lomba mengidentifikasi jenis mangrove, lari karung, dan beragam lomba lainnya. Anak-anak hingga dewasa larut dalam kegembiraan lomba itu.
Hamparan pasir putih dan bersih di pantai yang landai berubah menjadi lapangan maha luas, tempat lomba berlangsung. Begitu luas hamparan pasir, hingga siapa pun dapat bermain dan berlari bebas tanpa khawatir terciprat empasan ombak yang tak henti memecah pantai. Cuaca cerah, langit biru, dan awan seputih kapas membuat sore itu namtak sangat indah. Suara gelak tawa dan tepuk tangan terdengar riuh di antara suara gemuruh ombak dan desiran angin.
Tak semua ikut atau menonton lomba. Sebagian memilih duduk menepi sembari bersenda gurau di gundukan pasir di sekitar hutan mangrove. Sebagian pesisir memang dipenuhi mangrove dan gundukan-gundukan pasir yang menyerupai bukit-bukit kecil. Adapun tanaman mangrove sebagian sudah lama, ada pula tanaman baru yang berusia tiga tahunan.
Sebagian lainnya berjalan-jalan di sekitar mercusuar tua yang sudah tak terpakai. Area sekitar mercusuar adalah hamparan bekas tambak yang sedang direhabilitasi untuk dikembalikan menjadi hutan bakau.
Pemandangan di sore itu seakan membayar impas perjalanan berperahu motor selama 45 menit yang sedikit diwarnai angin dan ombak dari Makassar. Perjalanan yang dilakukan pada siang hari atau menjelang sore memang sedikit diwarnai angin dan ombak, terlebih jika berada di bulan-bulan saat angin bertiup lebih kencang dan ombak lebih kencang.
!break!
Keindahan tersembunyi
Tanakeke adalah gugusan kepulauan yang berada di selatan Kabupaten Takalar dan masuk perairan Selat Makassar. Untuk sampai ke pulau ini, ada dua akses, yakni melalui pelabuhan Takalar lama dan penyeberangan di Popsa, Makassar, perahu bermesin tersedia setiap saat untuk transportasi dari daratan ke pulau. Waktu tempuh berkisar 30-45 menit dan bisa lebih singkat dengan menggunakan kapal cepat. Ada banyak dermaga di sekitar pulau yang dapat menjadi tempat bersandar bagi perahu atau kapal.
Tanakeke mungkin belum seterkenal pulau-pulau yang ada di Selat Makassar, seperti Pulau Samalona dan Khayangan. Pulau ini pun tak memiliki fasilitas hotel atau rumah makan layaknya di pulau wisata. Akan tetapi, bukan berarti pulau ini tak layak dikunjungi.
Setidaknya berjalan-jalan mengelilingi pulau, kita akan mendapat pemandangan lain, yakni padang lamun yang tumbuh di atas pasir. Berjalan di pematang, dengan hamparan padang lamun di kiri-kanan, adalah keindahan tersendiri. Di sisi lain, di antara perkampungan terdapat pepohonan besar.
Masih ada sisi lain dari keindahan Tanakeke, yakni hutan bakau. Dahulu, pulau ini menjadi salah satu tempat di mana bakau tumbuh subur dengan luas mencapai lebih dari 1.700-an hektar. Gencarnya alih fungsi lahan ke tambak udang membuat luas hutan bakau berkurang.
Namun, lebih dari lima tahun terakhir, rehabilitasi hutan bakau gencar dilakukan kelompok lembaga swadaya masyarakat, Yayasan Hutan Biru, di wilayah ini. Itulah membuat hutan bakau kembali lebat. Ini menjadi salah satu bagian menarik yang kerap dikunjungi. Hutan bakau di kawasan ini menjadi tempat belajar sekaligus penelitian bagi banyak orang. Bahkan, tak jarang menjadi obyek liputan media baik lokal, nasional, maupun internasional.
Wisata dan belajar
Tanakeke sesungguhnya adalah tempat wisata sekaligus belajar. Bukan hanya soal mangrove, tetapi juga biota khas yang hidup di sekitar pulau ini. Beragam jenis ikan, kepiting, dan udang tumbuh di perairan sekitar Tanakeke. Tentu saja, menyantap ikan segar menjadi salah satu yang tak bisa diabaikan jika ke Tanakeke.
Tak hanya itu, budidaya rumput laut pun menjadi salah satu obyek menarik untuk dilihat sekaligus dipelajari. Di beberapa bagian Tanakeke, masyarakat setempat membudidayakan rumput laut. Kerap pengunjung memanfaatkan perahu kecil untuk mengitari lokasi di mana tali temali tempat rumput laut dibudidayakan membentang.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR