Kabut asap akibat pembakaran hutan masih terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Terdapat beberapa dampak kabut asap terhadap kesehatan masyarakat, dampak utama adalah gangguan respirasi dari partikel dan gas berbahaya yang terhirup oleh manusia. Pencegahan utama yang bisa dilakukan masyarakat adalah menggunakan masker N-95
Selain itu, Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) dari Rumah Sakit Persahabatan, Purna Irawan menyarankan agar masyarakat rutin membersihkan hidung dengan cara menyemprotkan cairan NaCl. "Kalau kotoran terlalu lama dalam hidung bisa jadi kuman penyakit. Kita harus menyemprotkan dengan tekanan supaya cairan bisa sampai ke belakang rongga hidung," terang Purna.
Menurut Purna, cara membersihkan hidung seperti ini sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore oleh masyarakat yang menjadi korban kabut asap. Masyarakat bisa menghampiri petugas kesehatan setempat atau menghubungi dokter Spesialis THT.
Kabut asap tak hanya berdampak buruk bagi sistem pernapasan manusia, tetapi juga pada mata. Kesehatan mata ini sering kali diabaikan karena banyak masyarakat hanya fokus melindungi pernapasan. Menurut Diah Farida, Dokter Spesialis Mata dari Rumah Sakit Persahabatan, sebaiknya tak hanya hidung yang dilindungi dari paparan kabut asap, tetapi mata juga dilindungi dengan memakai kacamata.
Diah Farida mengatakan, paparan kabut asap bisa menyebabkan kekeringan air mata. "Air mata sangat penting sebagai perlindungan mata. Kalau air mata kurang, orang yang terpapar kebakaran asap bisa mengalami masalah mata kering, gatal-gatal, iritasi, terasa pedas atau perih," ujarnya.
Untuk mengatasi mata kering, pada tahap awal bisa dengan memberikan obat tetes mata. Tidak disarankan mencuci mata dengan air, apalagi jika mencuci mata pada wadah yang belum tentu higienis.
Indeks standar pencemaran udara (ISPU) telah menunjukkan angka berbahaya, yaitu di atas 400, menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengaku telah meminta pemerintah daerah menyediakan shelter atau rumah singgah."Membuka rumah singgah atau shelter di lokasi setempat. Rumah singgah mungkin bisa disediakan di ruang pertemuan,ruang rapat, swasta," ujar Nila di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Nantinya, di dalam rumah singgah, kondisi udara diatur dengan adanya penjernih udara atau sirkulasi yang baik. Nila mengatakan, rumah singgah ini utamanya untuk melindungi orang-orang yang berisiko terserang penyakit karena asap, seperti bayi, ibu hamil, lanjut usia, anak-anak, dan mereka yang sebelumnya telah mengidap penyakit kronis.
Selain itu, Kemenkes juga mengirim tenda isolasi ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Adanya rumah singgah dan tenda isolasi ini, bisa digunakan sebagai lokasi evakuasi warga yang sudah tidak bisa berlindung di rumah mereka sendiri dari kabut asap.
(K.N Rosandrani/kompas.com)
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR