Pengukuran yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) menunjukkan, Daerah Istimewa Yogyakarta berada pada peringkat pertama dalam Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK) di Indonesia, dengan nilai indeks 0,61.
Peringkat kedua diduduki oleh Bali dengan nilai indeks 0,59. Sementara tiga provinsi, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta dan Jambi berada di bawah Bali dengan nilai indeks yang sama (0,56). Sementara Gorontalo menempati urutan terakhir dengan nilai indeks 0,37, sekaligus menjadi satu-satunya provinsi yang indeksnya berada dalam kategori sangat rendah.
Dalam rilis persnya pada 18 Oktober 2015, PSKK UGM menyebut pengukuran IPBK ini melibatkan lima dimensi. Yang pertama adalah dimensi partisipasi. Dimensi ini berangkat dari salah satu prinsip pembangunan berwawasan kependudukan bahwa penduduk adalah subyek atau pelaku pembangunan.
Yang kedua adalah dimensi keberlangsungan. Dimensi ini disarikan dari prinsip pembangunan berkelanjutan.
“Akses terhadap ekonomi, kesehatan, pendidikan hingga terjaganya daya dukung lingkungan tidak hanya berlaku untuk hari ini, tetapi juga untuk hari esok,” ujar peneliti dari PSKK UGM, Agus Joko Pitoyo dalam rilis pers. ”Jadi, anak dan cucu kita berikutnya juga harus mempunyai akses yang sama terhadap sumber daya tersebut.”
Dimensi ketiga adalah dimensi pemihakan (pro rakyat). Variabel yang diukur dalam dimensi ini adalah presentase Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bagi pendidikan dan kesehatan. Presentase tertinggi APBD pendidikan dimiliki DIY dengan nilai 45,63, sementara Papua Barat dan Gorontalo berada di dua urutan terakhir dengan nilai masing-masing 11,05 dan 11,02. Untuk presentase APBD kesehatan, Jakarta berada di peringkat teratas dengan nilai 20,50, sementara peringkat terbuncit ditempati oleh Maluku Utara dengan nilai 0,74.
Dimensi keempat adalah dimensi integrasi. Dimensi ini mewakili prinsip bahwa data-data kependudukan adalah dasar utama bagi perencanaan kependudukan dan harus menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan.
Dimensi terakhir, dimensi kesetaraan. Dimensi ini digunakan untuk melihat apakah pembangunan sudah mengusung kepentingan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam variabel ini, Bali berada di urutan pertama dengan nilai 68,71. Urutan terbawah ditempati oleh Kalimantan Timur dengan nilai 34, 55.
Keseluruhan, terdapat 17 provinsi yang memiliki nilai indeks di atas rata-rata nasional (0,50). Meski demikian Joko menyebut bahwa angka IPBK nasional sebesar 0,50 belumlah maksimal. Menurutnya, suatu indeks dapat disebut bagus apabila nilainya mendekati angka 1.
Hasil pengukuran IPBK juga menunjukkan bahwa provinsi-provinsi dengan IPBK tinggi merupakan wilayah-wilayah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang juga tinggi, di mana peningkatan pada IPBK akan berpengaruh pula pada peningkatan IPM.
Penulis | : | |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR