Panas matahari memanggang pantai Karangsong. Kemarau di akhir September sedang di puncak musim. Sisa-sisa liburan Hari Raya Kurban masih menggerakkan ratusan orang ke pantai utara di Kecamatan Indramayu, Indramayu, Jawa Barat, itu.
Belum lama turun dari kendaraan, sekelompok orang mengerubuti Rosikin dan Niman. Kepada petugas tiket Kelompok Tani Mangrove Pantai Lestari itu, pemimpin rombongan coba menawar harga tiket Kawasan Perlindungan Mangrove Karangsong. Datang beramai-ramai, tiket Rp15.000 jadinya terasa mahal. Mereka meminta diskon.
Rosikin membilang jumlah anggota rombongan. Begitu gaduhnya, Rosikin bingung menghitung. Lantas, dia memberi penjelasan: “Kita tidak bisa menurunkan harga tiket. Yang bisa kita lakukan mengurangi jumlah tiket.” Penjelasan Rosikin sirna dalam keriuhan pengunjung.
Hingga dua jam lewat tengah hari, orang yang datang telah mencapai angka 700. Rosikin hanya mengingat jumlah karcis yang terjual. Satu bendel berisi 100 lembar karcis. “Sudah habis tujuh bendel. Tapi itu tidak termasuk anak-anak, karena gratis,” tutur lelaki yang selalu memakai topi laken ini.!break!
Semakin sore, pengunjung makin ramai. Mereka datang dengan berbagai kendaraan: mobil pribadi, mobil bak terbuka, sepeda motor, becak motor. Ada yang berombongan, ada yang berpasangan. Lahan parkir padat. Warung-warung ramai.
Untuk menuju kawasan mangrove Karangsong, pengunjung mesti menyeberangi Sungai Praja Gumiwang. Empat perahu Pantai Lestari memboyong para pengunjung menyeberangi sungai. Ramai-ramai, tapi tak sampai kelebihan muatan. Pengelola mangrove kadang harus repot menata penumpang untuk menjaga keseimbangan perahu.
Pengunjung berangkat dari sisi selatan sungai menuju seberang, lalu memasuki kanal sodetan. Perjalanan susur sungai ini hanya lima menit.
Dari sisi selatan sungai, terlihat penanda kawasan ini: KARANGSONG—seperti tulisan Holywood itu. Tulisan ini setinggi 2 meter, warnanya jingga, kontras dengan latar belakang hutan mangrove yang hijau. Beberapa pengunjung berhenti di depan KARANGSONG. Lalu berselfie.
Tiba di hutan mangrove, pengunjung akan menapaki jalur trek sepanjang 1.200 meter. Jalur ini melingkar, menembus kerumunan mangrove, hamparan pantai, lalu masuk kembali ke hutan mangrove.!break!
Penjelajahan bermula dari sisi kiri pintu masuk. Lantas pengunjung menapaki trek yang beralaskan anyaman bambu. Saat kaki menginjak alas jalur, anyaman bambu bergemeretak.
Di sebelah kanan jalur terdapat persemaian bibit bakau. Semakin masuk, hutan mangrove tumbuh rimbun. Pepohonan api-api (Avicennia sp) mendominasi di kiri-kanan jalur trek. Pertumbuhannya belum tinggi, sekitar 2-3 meter. Akar napas pohon api-api mencuat dari dalam lumpur, menyebar ke segala arah. Di antara api-api yang rapat, tumbuh pohon bakau atau Rhizophora sp. Hamparan tanah di sekitar trek memang banyak ditumbuhi api-api.
Kini ujung trek menyentuh hamparan pasir pantai. Angin musim timur berhembus kencang menerpa tubuh. Saat masih di dalam hutan mangrove, angin berhembus membuai pelan. Pengunjung yang jeli pasti bisa merasakan perbedaan lingkungan itu.
Di hamparan pasir, pohon api-api tumbuh secara alami. Di pantai yang menatap cakrawala timur Laut Jawa ini para pengunjung asyik berfoto-foto. Ada yang berpasangan, ada yang berombongan. Sejumlah remaja menatap sekeping gawai di ujung tongkat narsis. Mereka berselfie ria.
Ombak laut bergulung-gulung. Angin mendesis-desis di lubang telinga. Makrus mengisahkan pantai kawasan mangrove dulu merupakan gegara atau hamparan pasir penghalang. Gegara berguna menangkap dan mengumpulkan sedimen, sehingga membentuk tanah timbul.!break!
Kini sudah tak ada lagi gegara di sekitar mulut muara Song. Itu terjadi karena Sungai Cimanuk berbelok ke Lamaran Tarung. Tak ada lagi penumpukan sedimen yang membentuk gegara. Yang terjadi justru sebaliknya, ombak melumat daratan.
Di hamparan pantai sepanjang 350 meter ini terdapat beberapa saung untuk berteduh dan bersantai. Dua saung dan satu menara pengamatan sedang dalam tahap pembangunan.
Lepas dari pantai terbuka, yang membujur dari utara ke selatan, jalur trek berbelok ke barat. Jalur ini mengajak pengunjung kembali memasuki hutan mangrove.
Mangrove benar-benar rapat. Tajuk api-api yang padat mengayomi pengunjung. Jalur trek seolah menembus lorong panjang yang redup. Pepohonan telah menjulang setinggi enam meter, batangnya sebesar paha orang dewasa. Rimbunnya api-api membuat sejumlah pohon bakau merana kering. Rupanya bakau kalah bersaing dalam perebutan sinar matahari.
Sejumlah pengunjung duduk-duduk di tepi trek, menjaring dan merasakan kesejukan. Suasana hutan mangrove yang rimbun memang kontras dengan pantai yang hangat dan berangin kencang.
Di sini, di dalam kepungan api-api, udara sungguh dingin dan teduh. Sinar matahari hanya mampu menerobos lubang-lubang tajuk. Dalam keremangan Avicennia, suara letupan kerang menyela keheningan. Saat pengunjung berjalan, gemeretak alas anyaman bambu memecah kesunyian.
Jalur mangrove berakhir di tempat awal mula penjelajahan. Pengunjung bisa rehat sambil menunggu perahu yang datang menjemput. Di dermaga, sejumlah pengunjung tak sabar menanti perahu untuk kembali ke pantai Karangsong.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR