Ilmu kedokteran dan teknologi di bidang reproduksi terus berkembang. Untuk membantu pasangan infertilitas atau tidak subur, bisa dilakukan inseminasi buatan maupun bayi tabung.
Dalam perkembangannya, munculah donor sperma atau sperma dari pria lain untuk membuahi sel telur. Lalu, didirikanlah bank sperma sebagai tempat menyimpan sperma yang didapat dari pendonor. Namun, hal itu hanya terjadi di beberapa negara barat. Bagaimana di Indonesia?
Pakar bayi tabung dr. Budi Wiweko, SpOG (K) menegaskan, donor sperma tidak diperbolehkan di Indonesia sehingga tidak mungkin pula dibentuk bank sperma.
Dokter yang akrab disapa Iko ini menjelaskan, dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi Nomor 41 tahun 2014 telah ditegaskan, inseminasi buatan maupun bayi tabung harus dilakukan oleh pasangan suami istri.
Sperma dan sel telur yang digunakan tentu harus berasal dari pasangan suami istri tersebut. "Donor sperma enggak boleh. Selain dari sisi agama, juga mengacu pada ilmu pengetahuan. Itulah masalah etik dan medikolegal yang sering dijumpai pada teknologi reproduksi. Di Indonesia tidak membenarkan hal itu (donor sperma)," kata Iko saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/2/2016).
Iko mengungkapkan, berbagai risiko bisa muncul jika wanita mendapat donor sperma, seperti riwayat genetik yang tidak jelas. Hal ini bisa menimbulkan masalah sosial di masa mendatang.
Bagi pasangan suami istri yang mengalami infertilitas, program bayi tabung atau inseminasi buatan bisa mengupayakan pembuahan menggunakan sel telur dan sperma pasangan.
Jika sperma tidak sehat, perlu dilakukan pengobatan. Atau jika ada kelainan, seperti sperma tidak keluar, opsinya adalah dilakukan pembedahan untuk mengambil sperma dari pabriknya di testis. Dengan begitu, donor sperma pun tidak diperlukan.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR